Saturday, March 23, 2013

1 Mei 1943


1 Mei 1943
Sabtu, 11 a.m

                Jesus berkata:
                “Engkau bersedih akan hal ini? Demikian pula Aku. Putra dan putri yang malang! Mereka yang kecil yang begitu Aku kasihi dan yang harus meninggal seperti ini! Dan Aku dapat membelai mereka dengan kelembutan seorang Ayah dan Tuhan yang melihat di dalam anak sang maha karya, belum tercemar, akan ciptaanNya! Anak-anak yang mati, dibantai oleh kebencian dan di tengah-tengah sebuah rangkaian kebencian.
                “Oh, biarlah para ayah dan ibu tidak berbuat kejahatan akan pembunuhan terhadap mereka yang tidak bersalah akan bunga-bunga mereka yang terpotong bersama kutuk-kutuk daripadanya! Biarlah para ayah dan ibu mengetahui bahwa tidak ada setetes air mata anak-anak mereka, juga sebuah ratapan dari mereka yang tidak bersalah tertinggal tak bergema di dalam HatiKu. Surga terbuka bagi mereka, sebab mereka tidak berbeda sama sekali dari saudara-saudara kecil mereka yang dibunuh oleh Herodes karena kebencian akan Aku. Mereka juga, dibunuh oleh kejahatan Herodes, dibantu oleh sebuah kuasa yang telah Kuberikan kepada mereka agar mereka dapat menggunakannya untuk kebaikan dan yang mana harus mereka berikan padaKu untuk sebuah perhitungan.
                “Aku akan datang untuk semuanya. Namun khususnya bagi mereka ini, yang hanya dilahirkan untuk kehidupan, sebuah pemberian dari Tuhan, dan telah dicabut dari kehidupan dengan kekejaman, sebuah pemberian iblis. Engkau harus mengetahuinya, bagaimanapun, bahwa untuk membersihkan darah yang tercemar yang menodai bumi, yang ditumpahkan dengan kebencian dan makian, di dalam kebencian dan makian melawan Aku, yang adalah Kasih, embun dari darah yang tidak bersalah diperlukan, darah yang masih dapat mengalir tanpa mengutuk, tanpa kebencian, seperti Aku, sang Anak Domba, menumpahkan DarahKu bagimu. Mereka yang tak bersalah adalah domba-domba kecil dari era baru, satu-satunya yang pengorbanannya dikumpulkan oleh para malaikat, secara utuh menyenangkan BapaKu.
                “Setelah itu datanglah pertobatan. Hanya setelah itu. Sebab bahkan yang paling sempurna di antara mereka menyeret kepada pengorbanan mereka ampas ketidaksempurnaan manusia, kebencian dan tindakan-tindakan egois. Yang pertama di dalam urutan yang baru ditebus adalah anak-anak, yang matanya tertutup di tengah-tengah kengerian agar dibuka kembali di dalam HatiKu di Surga.”


Bergabunglah untuk mendapat cuplikan tulisan Maria Valtorta di e-mail anda:http://groups.yahoo.com/group/penayesus/
Atau cuplikan tulisan dapat dilihat di: http://www.penayesus.blogspot.com/

Thursday, January 24, 2013

24 April 1943


24 April 1943
Sabtu Suci

                Ketika Gloria dinyanyikan di gereja-gereja…
                Satu hal yang paling menuntunku untuk merenungkan doktrin belas kasih Yesusku ada pada bagian bacaan Injil Santo Yohanes:  “Sambil menangis, Maria tetap berada di luar dekat kubur… Ia tiba-tiba berbalik dan melihat Yesus berdiri tegak… Dan Yesus berkata kepadanya, ‘Maria!’”Masih belum puas mengasihi para pendosa begitu hebatnya, sampai pada saat Ia memberikan nyawaNya kepada mereka, Yesus menyediakan penampakan pertamaNya setelah penderitaanNya itu kepada seorang pendosa yang telah bertobat.
                Tidak pasti apakah Yesus telah memperlihatkan DiriNya kepada ibuNya. Hati kita menuntun untuk mempercayai hal itu, namun 4 Penginjil tidak menyebutkan hal itu. Tak diragukan lagi, bagaimanapun juga, ini adalah penampakan kepada Maria Magdalena. Ia menampakkan diri pertama kalinya dan mewujudkan DiriNya di dalam peranan keduaNya sebagai Allah Putera yang abadi kepada Maria, yang menjadikan DiriNya hosti tak terbatas bagi mereka yang ditebus oleh kasih Kristus. Pertama-tama Ia adalah Manusia dimana padaNya Tuhan bersembunyi. Sebelumnya, di masa penantian, sang Sabda hanyalah Tuhan. Kini IA adalah Allah Manusia membawa daging abadi kita ke dalam surga. Dan maha karya Ilahi ini, dimana daging dilahirkan oleh perempuan menjadi abadi dan kekal, diwahyukan kepada seorang mahkluk yang adalah seorang pendosa… Tidak hanya ini, namun kepadanya, secara tepat kepadanya; IA mengandalkan pesan bagi para rasulNya sendiri: “Pergilah kepada saudara-saudara-Ku dan katakanlah kepada mereka bahwa sekarang Aku akan pergi kepada BapaKu dan Bapamu, kepada AllahKu dan Allahmu.” Kepada Maria pendosa, bahkan sebelum menghadap Bapa!
                Betapa sebuah sungai pengandalan yang dicurahkan kepadaku bila memikirkan ini! Bagaimana hal ini harus dikatakan,  kembali dikatakan, secara terus menerus dikatakan kepada jiwa-jiwa malang, rapuh dan malu karena mereka telah berdosa, bahwa Yesus mengasihi mereka begitu besarnya sehingga menempatkan mereka sebelum Bapa dan IbuNya. Sebab aku berpikir bahwa jika Ia belum bangkit kepada Bapa, pada waktu kebangkitan itu Ia tidak memperlihatkan Dirinya juga kepada IbuNya. Pada akarnya hal itu merupakan suatu keperluan bagi keadilan pengasih. Yesus datang bagi para pendosa. Untuk itulah, buah-buah pertama dari kebangkitanNya harus pergi kepada dia yang adalah kepala dari keluarga para pendosa yang telah ditebus.
                “Kepada saudara-saudaraKu – kepada BapaKu dan Bapamu – AllahKu dan Allahmu.” Kata-kata ini berdentang bagaikan bel-bel sukacita di dalam hatiku. Saudara-saudara adalah para rasul, dan saudara dan saudarilah kita yang turun daripadanya. Jika beberapa keraguan masih ada di dalam kita, kita jatuh bagaikan batu kubur, tergoncang oleh angin puyuh kasih, dan pengandalan bangkit di dalam hati yang paling terpenjara dan tertekan oleh kenangan akan kesalahan-kesalahan mereka dan oleh refleksi akan besarnya jarak yang memisahkan kita, yang adalah debu, dari Tuhan. Yesus sampai menyatakan: kita adalah saudara-saudara; kita memiliki satu Bapa dan satu Tuhan dengan Kristus.
                Oh! Ia mencengkram kita dengan tangan-tanganNya yang robek – itulah tindakan pertama yang Ia lakukan setelah kematianNya – dan Ia melemparkan kita kepada hati Tuhan di surga, yang tidak lagi tertutup, tetapi terbuka karena kasih, sehingga air mata manis dari perdamaian dengan Bapa kita bisa jatuh di sana.
                Haleluya! Kemuliaan kepadaMu, Tuan dan Tuhan, yang menyelamatkan kami dengan kesakitanMu dan memberikan kami Kasih sebagai jalan keselamatan!


Bergabunglah untuk mendapat cuplikan tulisan Maria Valtorta di e-mail anda:http://groups.yahoo.com/group/penayesus/
Atau cuplikan tulisan dapat dilihat di: http://www.penayesus.blogspot.com/

Tuesday, January 22, 2013

10. Kidung Maria memohon Kedatangan Kristus

Bukit Zaitun pada masa kini

10. Kidung Maria memohon Kedatangan Kristus

September 1944

            Baru kemarin malam, Jumat, aku mulai melihat. Aku hanya melihat seorang Maria muda, berusia 12 tahun, wajahnya tidak lagi membulat seperti anak-anak, namun telah menunjukkan garis-garis masa depan seorang wanita dengan wajah berbentuk oval sempurna. Rambutnya tidak lagi terurai sampai ke lehernya dengan ombakan yang lembut namun terkepang dengan dua kepangan yang lebat pada pundak jatuh sampai pinggang. Rambutnya berwarna emas pucat, warna yang begitu muda sehingga tercampur dengan perak. Wajahnya tenang dan dewasa, walaupun wajah itu adalah wajah gadis muda, cantik dan murni, berpakaian putih. Ia sedang menyulam di sebuah kamar yang sangat kecil, hampir seluruhnya berwarna putih dan melalui jendela yang terbuka lebar orang dapat melihat bagian tengah dari Bait Allah itu, undakan-undakan di halaman-halaman dan teras-teras. Jauh dari dinding yang ada, kota dapat terlihat dengan jalan-jalannya, rumah-rumah, taman-taman, dan dilatari dengan puncak hijau berpunuk Bukit Zaitun.

            Maria sedang menyulam dan menyanyi dengan suara perlahan. Aku tidak tahu apakah itu sebuah lagu kudus atau bukan. Bunyinya:

            Seperti sebuah bintang di air yang jernih
            sebuah cahaya bersinar di dalam hatiku.
            Cahaya itu telah bersamaku sejak masa kecilku
            dan ia menuntunku dengan lembut bersama kasih.
            Di kedalaman hatiku ada sebuah lagu.
            Dari manakah asalnya?
            Manusia, engkau tidak tahu.
            Cahaya itu datang dari dimana Yang Kudus bersemayam.
            Aku melihat pada  bintangku yang jernih
            Dan aku tidak menginginkan apapun,
            Tidak juga hal termanis ataupun yang paling disayangi,
            Kecuali cahaya ini yang seluruhnya adalah milikku.
            Engkau membawaku turun dari Surga di atas.
            O bintangku, ke dalam rahim seorang ibu,
            Sekarang hidup di dalamku, namun jauh di balik tirai
            Aku melihat wajah muliaMu, Bapa.
            Kapankah Engkau memberikan hambamu kehormatan
            Sebagai hamba yang rendah hati akan sang Juru Selamat?
            Kirimkanlah kami sang Mesias dari Surga,
            Terimalah, Bapa yang Kudus, persembahan Maria.

            Maria sekarang diam. Ia tersenyum dan menghela nafas, kemudian ia berlutut berdoa. Wajah kecilnya bersinar terang. Ia menengadah ke atas, pada langit biru jernih musim panas dan wajahnya seperti menyerap dan kemudian memancarkan sinar di udara. Atau mungkin, terlihat seperti dari dalam dirinya sebuah matahari tersembunyi memancarkan cahayanya dan menerangi wajahnya, mewarnai dagingnya yang putih salju dengan cahaya mawari. Dan cahaya dari wajahnya terpancar ke dunia dan matahari menyinari dunia: sebuah berkat dan sebuah janji akan banyak kebaikan.
            Ketika Maria berdiri sehabis berdoa, dengan terang ekstase masih di wajahnya, Hanna tua dari Penuel memasuki kamarnya. Ia masih berdiri, kagum atau terheran akan perilaku dan penampilan Maria.
            Kemudian Hanna memanggilnya: “Maria!” Dan gadis itu berbalik dengan sebuah senyum, senyum yang berbeda namun masih tetap sangat cantik dan berkata: “Damai sertamu, Hanna.”
            “Apakah kau sedang berdoa? Tidakkah doa-doamu pernah cukup bagimu?”
            “Doa-doaku akan cukup. Tetapi aku berbicara pada Tuhan. Hanna, kau tidak dapat membayangkan betapa dekat aku merasakan Dia. Lebih dekat dari sekedar dekat, di dalam hatiku. Semoga Tuhan mengampuni kesombonganku. Tetapi aku tidak merasa kesepian.
Lihat? Di sana, di rumah emas dan salju itu, di belakang tirai ganda, di sanalah yang Kudus dari para Kudus. Tidak pernah ada orang yang diijinkan untuk melihat yang sang Pendamai, dimana kemuliaan Tuhan bersemayam, kecuali Imam Agung. Namun jiwaku yang menyembah tidak perlu melihat pada tirai bersulam itu, yang bergetar pada nyanyian-nyanyian para perawan dan kaum Lewi dan beraroma harum-haruman yang mahal, sebagaimana aku ingin menyobek kainnya dan melihat sang Kesaksian bersinar menembusnya. Aku melihatnya! Jangan kira bahwa aku tidak melihatnya dengan mata menyembah seperti setiap putera Israel. Jangan kira bahwa kesombongan membutakanku membuatku berpikir akan apa yang sekarang kukatakan padamu. Aku melihatnya dan di sana tidak ada hamba yang rendah hati di antara umat Tuhan yang melihatnya dengan lebih rendah hati pada Rumah Allah seperti aku melihatnya, sebab aku yakin aku adalah yang paling rendah dari semuanya. Namun apakah yang kulihat? Sebuah selubung. Apa yang kupikir ada di balik selubung itu? Sebuah Tabernakel. Apakah yang ada di dalamnya? Jika aku mendengarkan hatiku, aku melihat Tuhan bersinar di dalam kemuliaan kasihNya dan Ia berkata kepadaku: “Aku mengasihimu” dan aku menjawabNya: “Aku mengasihiMu” dan aku mati dan aku kembali diciptakan pada setiap detak jantungku di dalam ciuman yang bersambut... Aku berada di antaramu, guru-guruku dan teman-temanku terkasih. Namun sebuah lingkaran api mengasingkanku dari kalian. Di dalam lingkaran, Tuhan dan diriku sendiri. Aku melihat melalui Api Tuhan dan begitu aku mengasihimu... tetapi aku tidak dapat mengasihimu seturut daging, tidak juga aku dapat mengasihi siapapun seturut daging. Aku hanya dapat mengasihi Dia Yang mengasihi aku, seturut roh. Inilah takdirku. Hukum sekular Israel menginginkan setiap gadis menjadi seorang istri, dan setiap istri menjadi seorang ibu. Namun, sementara mematuhi Hukum, aku harus mematuhi Suara yang berbisik kepadaku: “Aku menginginkanmu”; aku adalah seorang perawan dan aku akan tetap perawan, bagaimanakah aku akan berhasil? Kehadiran manis yang tidak kelihatan ini yang bersamaku akan menolong aku, sebab itulah keinginanNya. Aku tidak takut, aku tidak lagi mempunyai ayah ataupun ibu... dan hanya Tuhan yang tahu betapa kasihku bagi kemanusiaanku terbakar karena sakit. Kini yang kumiliki hanya Tuhan. Itulah sebabnya aku patuh padaNya tanpa mempertanyakan... Aku akan melakukan demikian juga terlepas dari ayah dan ibuku, karena aku telah diajarkan oleh sang Suara bahwa siapapun yang ingin mengikutiNya harus pergi melampaui ayah dan ibu. Orang tua adalah penjaga yang menjaga hati anak-anak mereka, yang ingin mereka tuntun pada kebahagiaan sesuai dengan rencana-rencana mereka... dan mereka tidak menyadari akan rencana-rencana lain yang menuntun pada kebahagiaan yang tak terbatas... Aku akan meninggalkan baju-baju dan jubah-jubahku pada orangtuaku, guna mengikuti Suara yang berkata kepadaku: “Datanglah, mempelaiKu terkasih”. Aku akan meninggalkan apapun pada orangtuaku, dan mutiara-mutiara air mataku, sebab aku pastilah akan menangis karena tidak mematuhi mereka, dan instink darahku, karena aku akan melawan sampai mati untuk mengikuti Suara yang memanggil aku, akan kukatakan pada mereka bahwa ada sesuatu yang lebih besar dan lebih manis daripada kasih ayah dan ibu dan itu adalah Suara Tuhan. Tetapi sekarang, dengan kehendakNya, aku bebas dari ikatan cinta bakti. Tidak, itu pastilah bukan suatu ikatan. Orangtuaku adalah dua orang baik dan Tuhan pastilah berbicara kepada mereka seperti IA berbicara padaku. Mereka pastilah telah mengikuti keadilan dan kebenaran. Saat aku memikirkan mereka, aku membayangkan mereka pada pengharapan diam di antara para leluhur dan aku bergegas dengan pengorbananku pada kedatangan Mesias untuk membuka gerbang Surga. Aku adalah tuntunanku sendiri di bumi, atau lebih pada Tuhan menuntun hambaNya yang malang ini memberikan padanya perintah-perintahNya dan aku memenuhinya karena itu merupakan suatu sukacita bagiku untuk mematuhiNya. Saat waktunya tiba, aku akan mengungkapkan rahasiaku kepada sang mempelai... dan ia akan menerimanya.”
            “Tapi, Maria... kata-kata apa yang akan kautemukan untuk membujuknya? Engkau akan memiliki cinta seorang pria, Hukum dan kehidupan melawanmu.”
            “Aku akan memiliki Tuhan bersamaku... Tuhan akan menerangi hati sang mempelai... hidup akan kehilangan godaan inderanya dan menjadi sebuah bunga murni dengan keharuman kebaikan hati. Hukum... Hana, janganlah sebut aku sebagai penghujat. Kupikir Hukum akan berubah. Oleh siapakah, menurutmu, jika itu adalah ilahi? Oleh IA satu-satunya Yang dapat mengubahnya. Oleh Tuhan. Waktunya sudah lebih dekat daripada yang kaukira, aku katakan padamu. Sebab aku sedang membaca Daniel, sebuah cahaya besar datang padaku dari kedalaman hatiku dan aku mengerti kata-kata yang sulit. Tujuh puluh minggu akan diperpendek karena doa-doa orang baik. Apakah ini berarti bahwa jumlah tahun-tahun sedang diubah? Tidak. Sebuah nubut tidak pernah salah. Tetapi ukuran waktu nubuatan adalah perjalanan bulan bukan matahari. Jadi aku berkata: “Sudah dekatlah waktu dari sang Bayi yang akan terdengar menangis dilahirkan dari seorang Perawan.” Oh! Sejak Cahaya yang mengasihi aku mengatakan padaku begitu banyak hal, aku ingin Ia mengatakan padaku dimanakah sang ibu yang bahagia itu, yang akan melahirkan Putera Allah dan Mesias umatNya! Dengan kaki telanjang aku akan berjalan ke seluruh dunia, tidak dingin ataupun es, tidak debu ataupun panas, tidak juga binatang buas atau kelaparan akan mencegah aku untuk mencapai dia dan aku akan berkata kepadanya: “Kabulkanlah hambamu dan hamba di antara para hamba Kristus untuk tinggal di bawah atapmu. Aku akan mengangkat bebanmu dan tekananmu, gunakanlah aku sebagai seorang budak yang bekerja mengangkat beban dan menjaga kawanan ternakmu, suruhlah aku untuk mencuci celemek-celemek Anakmu... Aku akan bekerja di dapurmu, di tempat pemanggangan, dimanapun kau ingini... tetapi terimalah aku. Sehingga aku dapat melihat Dia! Dan mendengar SuaraNya! Dan menerima tatapanNya!” Dan jika sang ibu itu tidak menginginkan aku, aku akan tinggal di depan pintunya sebagai seorang pengemis, pada cuaca dingin atau panas, hanya untuk mendengar suara sang kanak-kanak Mesias dan gema tawaNya, dan melihatNya berlalu lalang... Dan mungkin suatu hari Ia akan menawarkan aku sepotong roti... Oh! Walaupun jika aku harus sekarat karena kelaparan dan tak sadarkan diri karena puasa yang berat, aku tidak akan memakan roti itu.Aku akan memegang roti erat-erat di hatiku seperti tas yang penuh dengan mutiara dan aku akan mencium parfum wangi tangan Kristus dan aku tidak akan pernah kelaparan ataupun kedinginan, tetapi sentuhannya akan memberikanku ekstase dan hangat, ektase dan makanan...”
            “Engkau seharusnya menjadi Ibu sang Kristus, karena kau sungguh mengasihiNya! Itukah sebabnya engkau berharap untuk tetap menjadi seorang perawan?”
            “Oh! Tidak. Aku ini menyedihkan dan debu. Aku tidak berani mengangkat mataku pada sang Kemuliaan. Itulah sebabnya, lebih baik daripada Selubung ganda, melampaui yang kuketahui tinggal Hadirat Yahweh tak terlihat, aku senang melihat pada hatiku. Di sana, ada Tuhan akan Sinai yang menakutkan. Di sini, di dalamku, aku melihat Bapa kita, Wajah Pengasih yang tersenyum dan memberkati aku, karena aku kecil seperti seekor burung yang kecil, sehingga angin menahan tanpa merasakan beratnya dan aku lemah seperti batang lili dari lembah itu yang hanya dapat mekar dan harum mewangi dan dapat menghadirkan tiada daya lain kepada angin kecuali harumnya dan kemanisan yang murni. Tuhan, angin Pengasihku! Bukan karena itu.
Tetapi karena Putera Allah dan dari seorang Perawan, yang Kudus dari Yang Maha Kudus, seperti di Surga IA memilih ibuNya dan di bumi berbicara padaNya akan Bapa SurgawiNya: Kemurnian. Jika Hukum menentukan bahwa, jika para rabi yang telah membuat Hukum menjadi rumit dengan keluhan-keluhan pengajaran mereka, mengarahkan pikiran mereka pada horison yang lebih tinggi dan mengarah pada hal-hal supernatural, meninggalkan manusia dan urusan-urusannya yang membuat mereka melupakan Akhir yang Maha Tinggi, mereka seharusnya, di atas segalanya, membuat Kemurnian sebagai pokok subjek dari pengajaran-pengajaran mereka agar Raja Israel menemukannya saat Ia datang. Dengan ranting-ranting zaitun Yang Damai, dengan palma-palma Yang Berjaya, menebarkan lili-lili, lili-lili, lili-lili... Betapa banyaknya Darah Juru Selamat yang harus ditumpahkan untuk menebus kita! Sungguh betapa banyaknya! Dari ribuan luka-luka yang dilihat oleh Yesaya pada sang Manusia Kesedihan, aliran Darah jatuh, bagaikan embun dari celah sebuah vas. Semoga Darah Ilahi ini tidak jatuh dimana terdapat penghinaan dan penghujatan, namun ke dalam cawan-cawan murni yang harum yang akan menerimaNya dan mengumpulkanNya untuk tujuan menyebarkannya di antara para jiwa yang sakit dan menderita lepra dan di antara mereka yang telah mati terhadap Tuhan. Berikan lili-lili untuk menyeka dengan kuntum-kuntum murni mereka keringat dan air mata Kristus! Berikan lili-lili untuk hasrat semangatNya akan kemartiran! Oh! Dimanakah Lili itu berada, yang akan menanggungMu? Dimanakah Lili yang akan menghapus dahagaMu yang menjadi merah dengan DarahMu, akan mati karena rasa sakit melihat Engkau sekarat, dan akan menangis pada TubuhMu yang sudah tanpa darah? Oh! Kristus! Kristus! Keinginanku!...”
Maria kini diam, menangis dan bersusah hati.
Anna juga terdiam sebentar dan kemudian dengan suara jernih dari wanita tua yang merasa tersentuh, ia bertanya: “Adakah lain lagi yang ingin kauajarkan padaku, Maria?”
Maria terperangah. Ia pasti mengira, di dalam kerendahan hatinya, bahwa gurunya sedang menegurnya dan ia berkata: “Oh! Ampunilah aku! Engkau adalah guruku. Aku bukanlah apa-apa. Tetapi suara itu datang dari dalam hatiku. Aku melihatnya, untuk menghindari berbicara. Namun seperti sebuah sungai dengan amukan air menghantam pinggirannya, kita telah menerpa dan membanjiri aku. Mohon janganlah perhatikan kata-kataku dan marah akan pendapatku itu. Kata-kata misteri harus tetap tinggal pada kedalaman hati, dimana Tuhan membantu di dalam kebaikanNya. Aku tahu. Namun ini adalah Hadirat yang Tidak Terlihat begitu manis sehingga memenuhiku dengan sukacita... Hanna, mohon ampuni hamba kecilmu ini!”
            Hanna memeluk Maria sementara airmatanya mengambang pada kerutan wajah tuanya yang gemetar. Kemudian turun pada kerutan-kerutannya, seperti air di tanah bergelombang yang menjadi riak yang bergetar. Namun guru tua itu tidak tertawa, justru sebaliknya ia menangis menunjukkan rasa hormat yang terdalam.
            Maria berada di dalam pelukan Hanna, wajah kecilnya tertambat pada dada sang guru. Dan semuanya kemudian berakhir.
--------------------

            Yesus berkata:
            “Maria mengingat Tuhan. Ia memimpikan Tuhan. Ia mengira ia bermimpi. Ia hanya melihat lagi apa yang telah ia lihat di dalam keindahan Surga Tuhan, padaa saat ia diciptakan untuk disatukan pada tubuh yang dikandung di bumi. Ia berbagi dengan Tuhan salah satu milik Tuhan, walaupun dengan tingkatan yang lebih sedikit, namun pas. Itulah milik untuk mengingat, melihat dan melihat lebih dahulu, yang merupakan atribut kepandaian yang kuasa dan utuh tidak bercacat dengan Kesalahan.
            Manusia diciptakan di dalam citra dan mirip Tuhan. Salah satu kemiripannya adalah kemampuan jiwa untuk mengingat, melihat dan melihat terlebih dahulu. Hal ini menerangkan kuasa untuk membaca masa depan. Kuasa ini terkadang datang langsung karena kehendak Tuhan, terkadang merupakan kumpulan ingatan, yang terbit seperti matahari pagi, menyinari sebuah titik pada horison selama berabad-abad, telah terlebih dahulu dilihat dalam visi akan Tuhan.
            Misteri-misteri itu terlalu dalam untuk secara penuh dimengerti olehmu. Namun pikirkanlah. Dapatkah Kepandaian yang Maha Tinggi, sang Pikiran yang mengetahui segalanya, Pandangan yang melihat segalanya, memberikanmu sesuatu yang berbeda dari Dia, yang telah menciptakanmu dengan perbuatan akan kehendakNya dan nafas akan kasihNya yang tak berkesudahan, dan telah menjadikanmu anak-anakNya baik asalmu dan tujuanmu? Ia memberikan padamu di dalam bagian yang terkecil, sebagai mahkluk yang tidak dapat berisi Pencipta. Tetapi bagian yang sempurna dan utuh, walaupun sangat kecil.
            Betapa harta akan kepandaian Tuhan berikan pada manusia, Adam! Yang Jatuh membuatnya cacat, namun pengorbananKu kembali menyatakannya dan membuka Kepandaian yang indah itu, kemakmurannya, sains-nya bagimu. Betapa agung pikiran manusia dipersatukan Tuhan oleh RahmatNya, berbagi dengan Tuhan kuasa pengetahuan!... Pikiran manusia disatukan dengan Tuhan oleh Rahmat.
            Tidak ada cara lain. Mereka yang ingin mengetahui mencari rahasia-rahasia melampaui manusia harus mengingat itu. Semua pengetahuan yang tidak berasal dari sebuah jiwa di dalam rahmat –dan tidak berada di dalam rahmat yang melawan Hukum Tuhan, yang sangat jelas di dalam perintah-perintahNya – pengetahuan yang demikian berasal dari Setan. Hal itu jarang berhubungan dengan kebenaran saat hal-hal manusia dipertimbangkan, tidak pernah berhubungan dengan kebenaran yang menyangkut hal-hal manusia super. Sang Iblis sesungguhnyalah bapa kepalsuan dan menuntun pada jalan kepalsuan. Tidak ada metode lain untuk mengetahui kebenaran, kecuali dia yang datang dari Tuhan, Yang berbicara dan berkata atau memperingatkan, sebagaimana seorang ayah mengingatkan puteranya akan rumah kebapakannya dan berkata padanya: “Tidakkah engkau ingat saat biasanya engkau melakukan hal ini denganKu, engkau melihatnya, engkau mendengarkan yang lainnya? Tidakkah engkau ingat ketika Aku biasanya memberi cium perpisahan? Ingatkah engkau saat engkau melihat Aku untuk pertama kalinya dan engkau mengagumi cahaya terang yang bersinar di wajahKu pada jiwa murnimu, dimana setelah baru saja diciptakan olehKu masihlah murni dan bebas dari segala kejahatan yang kemudian menodaimu? Ingatkah ketika engkau mengerti saat pertama kalinya, di dalam detak kasih, apakah Kasih itu? Yang merupakan misteri Keberadaan dan Pemrosesan kita?” Dan apakah kemampuan terbatas seorang manusia di dalam rahmat tak dapat menjangkau, Roh sains menjernihkan dan mengajarkan.
            Namun untuk memiliki Roh, Rahmat diperlukan. Untuk memiliki Kebenaran dan Sains, Rahmat disyaratkan. Untuk memiliki Bapa, Rahmat adalah penting. Rahmat adalah sebuah tenda dimana tiga Pribadi tinggal, ialah yang Mendamaikan yang mana Bapa yang Kekal beristirahat dan berbicara, tidak dari dalam sebuah awan, namun menampakkan wajahNya kepada anak-anakNya yang setia. Para kudus dan orang-orang baik mengingat Tuhan. Mereka ingat kata-kata yang mereka dengarkan di dalam Pikiran Pencipta dan yang Kebaikan yang Maha Tinggi pulihkan di dalam hati untuk mengangkat mereka seperti burung elang untuk merenungkan Kebenaran dan Pengetahuan akan Waktu.
            Maria penuh Rahmat. Rahmat yang utuh dan Tritunggal di dalam dia. Rahmat yang utuh dan Tritunggal mempersiapkan dia seperti seorang mempelai untuk pernikahan, seperti Ranjang Pernikahan untuk sang Keturunan, seperti seorang Pribadi Ilahi bagi misi dan keibuannya. Ia menutup lingkaran Nubuatan Perjanjian Lama dan membuka periode “Para Juru Bicara Tuhan” akan Perjanjian Baru.
            Bahtera Sejati akan Sabda Tuhan, melihat pada Hatinya yang Tak Bernoda, ia menemukan kata-kata pengetahuan abadi, yang merupakan jari-jari Tuhan yang telah tertulis di sana, dan ia mengingat, sebagaimana seperti semua para kudus, bahwa ia telah mendengarnya ketika jiwa abadinya diciptakan Allah Bapa, sang Pencipta dari semua yang hidup... Dan jika ia tidak mengingat semuanya tentang misi masa depannya, alasannya adalah Tuhan meninggalkan beberapa celah di dalam setiap kesempurnaan manusia, menurut sebuah Hukum penjagaan Ilahi, untuk kebaikan dan sebagai imbalan bagi para mahkluk.
            Maria, Hawa kedua, harus mencapai bagiannya dari usahanya untuk menjadi Ibu Kristus, dengan niat baik seorang yang setia, bahwa Tuhan membenarkan juga dari KristusNya untuk menjadikanNya Juru Selamat.
            Roh Maria tadinya berada di Surga. Moralnya dan tubuhnya berada di bumi dan haruslah berjalan di bumi dan pada daging untuk mencapai roh dan menggabungkannya pada Roh di dalam sebuah pelukan yang berbuah.”
---------------------

            Sebuah catatanku. Sepanjang hari kemarin kupikir aku akan melihat pemberitaan akan kematian orangtua Maria yang diberikan kepada Maria oleh Zakharia, aku tidak tahu mengapa. Aku juga berpikir, dengan caraku, bahwa Yesus akan mengulas hal itu “kenangan akan Tuhan oleh para kudus”. Pagi ini, ketika visiun mulai, aku berkata kepada diriku sendiri: “Nah di sinilah, mereka akan mengatakan pada Maria bahwa ia telah menjadi yatim-piatu” dan hatiku telah bergetar karena aku pastilah akan mengalami kesedihanku sendiri beberapa hari ini. Namun sungguh-sungguh tidak ada akan apa yang kupikir akan kulihat atau kudengar terjadi. Tidak ada satu katapun terucap secara tak sengaja. Aku sangat gembira akan hal ini karena hal itu memastikan bahwa tidak ada yang terjadi menurut kemauanku, dan bahkan tidak dari sebuah rekomendasiku yang jujur pun yang berhubungan dengan satu situasi. Semuanya berasal dari sumber yang berbeda. Ketakutanku yang terus menerus berhenti... sampai waktu yang berikutnya sebab aku selalu takut tertipu dan menipu.



Bergabunglah untuk mendapat cuplikan tulisan Maria Valtorta di e-mail anda: http://groups.yahoo.com/group/penayesus/
Atau cuplikan tulisan dapat dilihat di: http://www.penayesus.blogspot.com/

Monday, January 21, 2013

23 April 1943


23 April 1943
Jumat Agung Pagi4

                Yesus berkata:
                “Untuk memurnikan dunia, pertama kali BapaKu mengirimkan baptis air; kedua, IA mengirimkan baptis darah – dan betapa Darah itu! Tidak juga baptis yang pertama ataupun yang kedua berhasil membuat manusia menjadi putera-puteri Tuhan. Kini Bapa bersedih, dan untuk memusnahkan manusia IA membiarkan hukuman-hukuman neraka dilepaskan, karena manusia lebih memilih neraka daripada Surga, dan pemimpin mereka – Lucifer – menyiksa mereka dan memacu  mereka untuk mengutuki Kami sehingga mereka benar-benar menjadi putera-puterinya.
                Aku ingin datang untuk kedua kalinya untuk wafat, untuk menyelamatkan mereka dari kematian yang bahkan lebih mengerikan lagi… Tetapi BapaKu tidak mengijinkan Aku … KasihKu mengijinkannya, namun Keadilan tidak mengijinkannya. Keadilan mengetahui bahwa hal itu akan sia-sia. Jadi, Aku akan datang hanya pada saat terakhir. Namun celakalah bagi mereka yang melihat aku di waktu itu setelah memilih Lucifer sebagai tuan mereka! Tidak diperlukan senjata-senjata di dalam tangan para malaikatKu untuk memenangkan pertempuran melawan anti Kristus. PenampilanKU saja sudah cukup.
                “Oh, jika saja saat ini manusia mampu berbalik kepadaKU yang adalah Keselamatan! Aku tidak mengharapkan apa-apa, hanya ini saja, dan Aku menangis sebab Aku melihat tidak ada yang dapat membuat mereka mengangkat kepala mereka ke Surga, dimana Aku membuka tanganKu bagi mereka.
                “Menderitalah Maria, dan katakanlah kepada orang-orang baik untuk menderita guna menggantikan kemartiranKu yang kedua, dimana Bapa tidak ingin Aku melakukannya. Bagi setiap mahkluk yang mempraktekkan pengorbanan diri dikabulkanlah ia untuk menyelamatkan beberapa jiwa. Beberapa – dan tidaklah mengejutkan bahwa mereka yang diberikan penebusan kecil hanya sedikit saja yang ingat bahwa Aku, Penebus Ilahi,  di Kalvari, pada jam pengorbanan, mampu menyelamatkan sang penjahat, Longinus dan sangat, sangat sedikit lagi dari ratusan ribu orang hadir saat kematianKu…”

                Sebuah refleksi pada wacana yang dilaporkan padaku dimana disebutkan bahwa doa-doaku sungguh menjadi tempat bergantung [untuk mendapatkan pertolongan], karena telah dikenal bahwa apa yang aku minta telah dikabulkan.
                Hal itu tidak menyebabkan kesombonganku, namun rasa syukur yang mendalam kepada Tuhan, yang begitu baiknya telah mengijinkan aku mendapat kegembiraan bagi hati orang lain. Namun melihat para hati ini aku ingin berkata – dan aku akan berkata – bukan melalui jasaku-lah hal ini terjadi. Semua dapat memiliki kapasitas yang sama jika mereka menginginkannya. Tidak ada metode atau studi yang khusus tentang kuasa atas permintaan yang mendesak. Yang penting orang itu menjadikan hatinya sebuah palungan Bethlehem untuk menerima bayi Yesus dan ia  membuat  sebuah salib untuk menanggung Yesus sang Penebus. Jika kita menanggung Dia dengan cara itu – secara kokoh – kita menjadi bukan apa-apa namun pelengkap bagiNya, dan Dia sajalah tokoh utama dari segalanya. Rahasia untuk mendapatkan semua rahmat yang diberikan kepada kita yang tanpa jasa adalah secara ekslusif meniadakan diri kita di dalam Kristus, begitu utuh seperti mencampurkan kepribadian manusia kita dan mewajibkan Yesus untuk bertindak sendiri di setiap peristiwa. Yang hanya kita lakukan adalah membawakan kepada Dia suara-suara individual digabungkan dengan sebuah ciuman akan kasih. Selebihnya IA-lah yang akan melakukannya.
=======

Catatan Kaki:
4. Ini adalah diktean pertama yang diterima oleh Maria Valtorta. Marta Diciotti, yang tinggal bersama si penulis selama bertahun-tahun, menyatakan bahwa hal itu berlangsung sekitar siang hari pada tanggal 23 April 1943, Jumat Agung, dan bahwa Maria terkejut, menceritakan fakta ini kepadanya, dan memintanya untuk pergi dan membawanya kepada Pater Migliorini. Marta meninggalkan rumah itu dengan mencari taktik agar tidak membangkitkan keingintahuan ibu Maria yang adalah seorang wanita otoriter dan tidak berminat pada hal-hal keagamaan. Pater Migliorini segera datang dan tetap berbicara baik-baik dengan penulis yang lemah.


Bergabunglah untuk mendapat cuplikan tulisan Maria Valtorta di e-mail anda:http://groups.yahoo.com/group/penayesus/
Atau cuplikan tulisan dapat dilihat di: http://www.penayesus.blogspot.com/

Sunday, January 20, 2013

22 April 1943


22 April 1943

Kelihatannya bagiku tak berguna untuk terus menulis tulisan setelah mengatakan segalanya. 1 Tetapi engkau2 memintaku untuk menulis hal-hal yang paling mengesankan bagiku, dan aku patuh.

Saat itu malam Kamis Putih3. Ketika berbicara tentang Yesus, aku tidak terganggu olehNya, tetapi, malahan, aku berkonsentrasi padaNya. Aku akan mengatakan padamu, kemudian, bagaimana aku menghabiskan waktu duapuluh empat jam terakhirku ini. Tadi malam kaulihat aku sangat kelelahan. Aku sungguh kelelahan. Namun saat aku sampai pada ketahanan kemanusiaanku yang terakhir dan membuat orang melihat pada raut wajahku tersebut bahwa aku adalah seorang jiwa malang yang bahkan tak mampu berpikir, disitulah tepatnya kemudian aku mendapatkan – atau kukatakan – “penerangan-penerangan”.

Tadi malam aku telah membaca koran; kemudian kelelahan karena itu juga, aku telah menutup mataku dan tetap begitu – kelelahan. Secara mental, tiba-tiba aku melihat sebuah lahan kering berbatu. Kelihatan seperti puncak bukit kecil, seperti terlihat di kebanyakan bukit-bukit kita. Tak ada tumbuh-tumbuhan di sekitarnya hanya batu-batuan kasar, batuan flint keputihan, seluruhnya dikelilingi sebuah dataran yang sangat besar. Tepat di atasnya ada sebuah tumbuhan dengan bunga-bunga violet – itulah satu-satunya tumbuhan yang hidup di tengah-tengah kegersangan. Dari jauh aku melihat rimbunan daun sangat tebal seolah ingin menahan detak angin yang bertiup di atas. Beberapa kuntum bunga violet, kurang lebih terbuka, berada di pucuk-pucuk  hijaunya. Namun hanya ada satu saja yang benar-benar terbuka – indah, berwarna, terbuka, dan mengembang mengarah ke langit.

Berdirinya sangat tegak seperti terpana oleh sebuah daya, yang menarik perhatianku dan membuatku mulai mencari. Aku melihat sebuah papan, sebuah papan besar tertanam di tanah. Terlihat seperti batang yang baru ditancapkan, hampir tak berbentuk dan kasar. Setengah meter di atas tanah, mungkin kurang sedikit, ada dua kaki terpaku… aku melihat itu saja tadi malam. Dua kaki yang tersiksa. Dan kenyataannya bahwa kaki-kaki itu disiksa dengan kasar ditunjukkan dengan kaki-kaki itu bergerak-gerak dengan ibu jari-ibu jari yang hampir tertekuk menyentuh dasar kaki, gemetaran seperti terkena tetanus.

Darah mengalir ke tumit-tumit, mengalir pula pada papan kasar itu dan terus jatuh ke tanah. Tetes-tetes lain jatuh dari ujung-ujung ibu jari yang bergerak-gerak gemetar membasahi rumpunan violet. Itulah apa yang disandari tegak bunga violet kecil itu! Pada darah itu, yang menyegarkannya di tengah-tengah tanah gersang, darah itu menyegarkan rimbunan tersendiri itu, sehingga dapat menyanggah tegak pada kayu itu. Pemandangan itu mengatakan padaku akan banyak hal… Dan jika engkau datang, aku sedang di dalam proses melihat tanda itu, yang adalah kotbahku untuk hari Rabu di Minggu Suci. Kaki-kaki itu tidaklah hilang. Tidak siap untuk menghilang. Tetap ada jernih di dalam otak, walaupun kebiasaan-kebiasaan kehidupan menyembunyikannya ataupun mencoba untuk menyembunyikannya.

Kemudian, pagi itu, bahkan sebelum kau datang, aku melihat seluruh tubuh. Aku berkata “sekilas” karena penglihatan itu muncul dan menghilang di hadapanku bagai melihat sesuatu dari balik cadar-cadar. Terkadang di suatu saat terlihat lebih jelas… Tetapi Ia kulihat mati. Kini kelihatannya hidup. Dan kupikir hal itu karena belas kasih Yesus yang besar dimana Ia tidak memperlihatkan wajahNya kepadaku hari ini. Yesus sungguh kesakitan, kesedihannya pada semua kejahatan manusia yang tidak lelah-lelahnya berbuat kejahatan – dan malahan kejahatannya semakin menjadi – telah mencapai intensitas yang demikian dalam sehingga kita tak dapat menanggung ekspresi wajah IlahiNya tanpa rasa sekarat karena kesedihan.

Yesus, Tuanku, dengan tak bersuara Engkau berkata kepadaku bahwa lebih lagi daripada sebelumnya bahwa tempatku ada pada kaki-kaki di SalibNya. Aku harus menarik kehidupan hanya dari DarahNya… Dan tugasku hanyalah menjadi harum-haruman di kaki tahktaNya sebagai Penebus. Harum-haruman yang dengan wanginya membungkus kebusukan dosa, kejahatan dan kekejaman yang dihirup oleh bumi. Harum-haruman tidak mengeluarkan wanginya kecuali dengan dibakar dan dihabiskan. Dan aku harus melakukan hal yang sama.

Ia juga berkata kepadaku bahwa bunga itu dapat menarik yang lainnya untuk kagum pada SalibNya, membuat mahkluk lainnya bertekuk lutut di bawah hujan DarahNya. Inilah tugas sang bunga dalam kaitannya bagi sesama dan Tuhannya. Kasih yang memulihkan kepada Yesus dan menarik bagi Yesus akan banyak hati, dengan menyetujui untuk hidup sesuai dengan tujuannya di padang gurun yang gersang, sendiri bersama salib.

Aku dapat berkata bahwa Aku diam dengan bibir-bibirku menempel pada kaki-kaki yang dipaku di salib itu seoleh minum dari pancuran yang sekaligus memberi kesegaran dan semangat. Sebuah sensasi spiritual, sangat jelas seolah nyata…

Kemudian pagi ini, jam sepuluh, aku mendapat sebuah surat dari Roma dari seorang susterku, sebuah surat yang akan kutunjukkan kepadamu dimana di sana disebutkan secara jelas tentang misi pada Kaki-kaki di salib, dan di surat itu tertera sebuah tulisan: “Semoga doaku naik seperti harum-haruman pada pandanganMu.” Aku telah mengambil hal ini sebagai wacana diam akan Yesusku bagi hosti kecilNya yang perlahan dikonsumsi habis lebih karena kasihku dibandingkan karena penyakitku.

Aku mengingat bahwa besok adalah Jumat Agung: hari dari hari-hariku. Aku ingin menambahkan pengorbanan-pengorbanan pada pengorbanan-pengorbanan untuk menjadikannya sebuah hari yang otentik akan penebusan dosa. Tetapi Maria kini hanya dapat berbuat sedikit saja! Terlebih lagi, besok Yesus mungkin akan membantu aku memberikan bagian sakit dari penebusan dosa. Aku tetap di sini, tertambat erat pada Salib. Juga, itulah tempat para Maria. Dengan cara itu bahkan tak satu anggukan kepala dari Penebusku akan terlewatkan olehku…
=========

Catatan Kaki:
1) Cf. Maria Valtorta, Autobiography (Isola del Liri, Italy: Centro Editoriale Valtortiano, 1991), diterjemahkan oleh David G. Murray, p.15.
2) Merujuk kepada Pater Romualdo M. Migliorini, yang disebutkan si penulis di bawah ini dan sangat sering disebutkan di dalam tulisan-tulisannya.
                Dilahirkan di Volegno (Lucca) pada tahun 1884, ia masuk di dalam Ordo Servants of Mary pada tahun 1900 dan ditahbiskan sebagai imam pada tahun 1908. Sampai tahun 1911 ia menjalankan pelayanan imamatnya di Itali. Kemudian ia menjadi Pastor di Kanada dan kemudian memasuki misi-misi di Afrika Selatan, dimana ia menjadi pengawas reguler dan ketua kerasulan. Kembali ke Itali pada tahun 1939, yang tadinya adalah Biara St. Andrew di Viareggio, dimana ia mendevosikan dirinya tanpa lelah pada kerasulan itu, terutama selama dan sesudah perang. Sekitar tahun 1942 ia pergi mengunjungi Maria Valtora yang lemah dan menjadi pengarah spiritualnya dan menjadi saksi dari tulisan-tulisannya, yang dengan semangat mengetiknya, mencoba penyebarannya. Namun di tahun 1946 ia ditarik ke Roma, dimana ia menceritakan perihal Maria Valtorta kepada saudara keagamaannya Pater Corrado M. Berti. Setelah penderitaannya semakin bertambah, ia meninggal di Carsoli (L’Aquila) pada tahun 1952.
3) 22 April 1943

Bergabunglah untuk mendapat cuplikan tulisan Maria Valtorta di e-mail anda:http://groups.yahoo.com/group/penayesus/
Atau cuplikan tulisan dapat dilihat di: http://www.penayesus.blogspot.com/

Sunday, January 13, 2013

9. Kematian Yoakim dan Anna


9. Kematian Yoakim dan Anna

31 Agustus 1944

            Yesus berkata:
            “Seperti sebuah senja musim dingin yang cepat saat angin es-dingin mengumpulkan awan-awan di langit, kehidupan kakek-nenekKu segera menurun, setelah matahari, hidup mereka dipindahkan tempatkan untuk bersinar di hadapan Tabut Suci di dalam Bait Allah.
            Tetapi dikatakan:

            “Kebijaksanaan membesarkan anak-anaknya sendiri,
            dan menjaga mereka yang mencarinya.
            Siapapun yang mencintainya mencintai kehidupan,
            mereka yang menunggu dia akan menikmati kedamaian.
            Mereka yang melayani dia, melayani Yang Kudus
            dan Allah mencintai mereka yang mencintai dia.
            Jika ia mempercayakan dirinya sendiri kepadanya ia akan mewarisinya
            dan keturunan-keturunannya tetap akan memiliki dia
            sebab ia menemaninya di dalam pencobaan-pencobaannya.
            Pertama-tama ia (Kebijaksanaan) memilih dia,
            kemudian ia memberikan ketakutan dan kebingungan padanya,
            mencanangkannya dengan kedisiplinannya,
            hingga ia diujikan padanya di dalam pikiran-pikirannya
            dan ia dapat mempercayai dia.
            Pada akhirnya ia akan membuat dia kuat,
            Menuntunnya kembali ke jalan yang lurus
            dan membuatnya bahagia.
            Ia akan menyatakan rahasia-rahasianya kepada dia,
            Ia akan menempatkan dia di dalam kekayaan sains,
            dan pengetahuan akan keadilan.”

            Ya, semuanya ini telah dikatakan. Kitab-kitab kebijaksanaan dapat diterapkan pada semua orang yang akan menemukan tuntunan di dalamnya dan sebuah cahaya bagi perilaku mereka. Tetapi berbahagialah mereka yang dapat dikenali di antara para kekasih spiritual Kebijaksanaan.
            Aku mengelilingi Diriku sendiri dengan orang-orang bijaksana ini, di dalam relasi kemanusiaanku. Anna, Yoakim, Yosef, Zakharia, dan lebih lagi Elizabet, dan kemudian Yohanes Pembaptis, bukankah mereka adalah orang-orang yang sungguh bijaksana? Belum lagi Ibu-Ku, tempat tinggal Sang Kebijaksanaan.
            Kebijaksanaan telah memberikan inspirasi kepada kakek-nenekKu tentang bagaimana untuk hidup di jalan yang disetujui oleh Tuhan, dari masa muda mereka sampai kematian mereka, dan mereka seperti sebuah tenda melindungi dari elemen-elemen yang mengamuk, Kebijaksanaan telah melindungi mereka dari bahaya dosa. Rasa takut yang kudus akan Tuhan adalah akar dari pohon kebijaksanaan, yang mendorong jauh dan lebar ranting-rantingnya untuk menjangkau dengan pucuknya kasih yang tenang di dalam kedamaiannya, kedamaian kasih di dalam keamanannya, kasih yang aman di dalam kesetiaannya, kasih setia di dalam kesungguhannya: kasih para orang kudus yang total, ramah, efektif.
            “Yang mengasihi dia, mengasihi kehidupan dan akan mewarisi kehidupan” kata Sirakh. Kalimat ini terhubung dengan kata-kataKu: “Ia yang kehilangan hidupnya demi Aku, akan mendapatkannya.” Sebab kita tidak menghubungkannya dengan kehidupan malang dunia ini, tetapi pada kehidupan abadi, bukan pada kesenangan-kesenangan satu jam, namun pada kesenangan-kesenangan abadi.
            Karena itu, Yoakim dan Anna mengasihi Kebijaksanaan. Dan Kebijaksanaan ada bersama mereka di dalam pencobaan-pencobaan mereka. Berapa pencobaan yang telah mereka alami, sementara kalian, manusia, tidak ingin menderita dan menangis, hanya karena kalian berpikir bahwa kalian bukanlah benar-benar orang jahat! Berapa pencobaan yang telah diderita dua orang baik ini, dan mereka pantas memiliki Maria sebagai anak mereka! Hukuman politikal telah mengusir mereka dari tanah Daud, dan membuat mereka sangat miskin. Mereka telah merasakan kesedihan melihat tahun-tahun mereka memudar tanpa sebuah bunga (anak) yang akan berkata kepada mereka: “Aku akan menjadi penerus kalian.” Dan setelah itu, kekhawatiran memiliki seorang anak di usia tua mereka saat mereka merasa pasti mereka tidak akan melihatnya tumbuh menjadi gadis dewasa. Dan kemudian kewajiban untuk menyobeknya dari hati mereka untuk mempersembahkan dia pada altar Tuhan.
            Dan lagi: hidup mereka menjadi lebih sunyi menyakitkan, kini karena mereka telah terbiasa dengan celoteh merpati mereka, suara dari langkah-langkah kecilnya, pada senyum dan ciuman-ciuman mahkluk mereka itu, harus menunggu pada waktu Tuhan, yang menemani mereka hanya kenangan-kenangan masa lalu. Dan terlebih lagi... Penyakit, bencana dari cuaca berbadai, kesombongan orang-orang berkuasa di bumi... begitu banyak perlakuan-perlakuan buruk pada harta benda tempat kediaman mereka yang sederhana. Dan belumlah cukup: rasa sakit karena jauh dari mahkluk mereka, yang akan ditinggalkan kesepian dan malang, juga walaupun mereka telah berusaha menjaga dan berkorban, Maria hanya akan mendapat sisa-sisa saja dari properti ayahnya. Dan bagaimanakah ia dapat menemukan sisa-sisa itu, karena sisa-sisa itu tidak akan digarap selama bertahun-tahun, menunggu sampai dia kembali? Ketakutan, pencobaan, godaan. Namun demikian, kesetiaan mereka kepada Tuhan selalu selamanya!
Pencobaan mereka yang terkuat adalah: untuk tidak menyangkal kehidupan mereka yang semakin menurun tanpa penghiburan akan kehadiran putri mereka. Tetapi anak-anak pertama-tama adalah milik Tuhan dan kemudian milik orangtua mereka. Setiap anak laki-laki dapat mengatakan apa yang Kukatakan pada ibuKu: “Tidakkah kautahu bahwa Aku harus sibuk dengan urusan-urusan Bapa-Ku?” Dan setiap ayah, setiap ibu, harus belajar menjaga sikap seperti Maria dan Yosef ketika di Bait Allah, pada Anna dan Yoakim di dalam rumah di Nazaret, sebuah rumah yang kemudian semakin menjadi menjadi suram dan menyedihkan, namun dimana ada satu hal yang tidak pernah hilang, bahkan bertambah terus-menerus: kekudusan dari dua hati tersebut, kekudusan dari sebuah pernikahan.
            Dan kemudian mereka dipenuhi oleh sebuah sukacita supernatural yang bersinar dengan sebuah cahaya surgawi, sebuah sukacita yang tidak dikenal oleh anak-anak bumi ini, sebuah sukacita yang tidak memudar ketika bulu-bulu mata berat tertutup pada mata mereka yang sekarat: sebaliknya, ia bersinar lebih terang daripada waktu terakhir, menerangi kebenaran yang telah bersembunyi bersama mereka selama hidup mereka. Seperti seekor kupu-kupu di dalam kepompongnya, kebenaran di dalam mereka memberikan indikasi-indikasi halus pada kehadirannya, hanya cahaya-cahaya lembut, dimana kini ia membuka sayap-sayapnya bagi matahari dan menunjukkan keindahan hiasan-hiasannya. Dan kehidupan mereka berlalu di dalam sebuah kebahagiaan masa depan yang pasti bagi mereka sendiri dan keturunan-keturunan mereka, bibir-bibir mereka bergetar mengucapkan kata-kata pujian kepada Allah.
            Seperti itulah kematian kakek-nenekku. Seperti itulah yang pantas diterima kehidupan kudus mereka. Karena kekudusan mereka, mereka pantas menjadi penjaga-penjaga pertama dari Perawan yang Dikasihi Tuhan, dan hanya saat matahari yang lebih hebat menunjukkan dirinya pada penghujung hari-hari mereka, mereka menyadari rahmat yang telah diberikan Tuhan kepada mereka.
            Karena kekudusan mereka, Anna tidak menderita kesakitan ketika melahirkan anaknya: hal itu merupakan ekstase ia yang mengandung Dia Yang Tanpa Noda. Tidak ada dari mereka yang menderita ancaman kematian, hanyalah kelemahan saja yang memudar, sebuah bintang secara lembut menghilang ketika matahari terbit di pagi hari. Dan jika mereka tidak punya penghiburan memiliki Aku yang hadir, sebagai Inkarnasi Kebijaksanaan, sebagaimana yang dimiliki Yosef, Aku hadir tak terlihat, membisikkan kata-kata agung, menekuk bantal-bantal mereka untuk membuat mereka tidur menunggu kejayaan mereka.
            Seseorang mungkin bertanya: “Mengapa mereka tidak menderita ketika memiliki keturunan dan sekarat, sebab mereka adalah anak-anak Adam juga?” JawabanKu adalah: “Jika Yohanes Pembaptis, yang adalah anak keturunan Adam, dan telah dikandung dengan dosa asal, telah dikuduskan lebih dulu olehKu di dalam rahim ibunya, hanya karena Aku mendekati ibunya, tidak adakah rahmat yang diberikan pada ibu dari Dia Yang Kudus dan Yang Tak Bernoda, yang telah dipersiapkan oleh Tuhan dan mengandung Tuhan di dalamnya hampir roh yang ilahi, di dalam hatinya yang paling murni, dan tak pernah terpisahkan daripadaNya, dari saat ia diciptakan oleh Bapa dan dikandung di dalam sebuah rahim, dan kemudian diterima di dalam Surga untuk memiliki Tuhan di dalam kemuliaan selama-lamanya?” Aku juga menjawab: “nurani yang tegak memberikan sebuah kematian yang damai dan doa-doa para kudus akan memperolehkan kematian yang demikian bagimu.”
            Yoakim dan Anna memiliki seluruh kehidupan akan nurani yang tegak di belakang mereka dan hidup yang demikian bangkit bagaikan sebuah lanskap yang indah dan menuntun mereka ke Surga, sementara putri Kudus mereka berdoa di hadapan Tabernakel Tuhan bagi orangtuanya yang berada jauh, yang telah ia tunda bagi Tuhan, Summurn Bonum (Kebaikan Tertinggi), namun demikian ia mencintai mereka, sebagaimana hukum dan perasaan memerintahkannya, dengan sebuah kasih supernatural yang sempurna.”



Bergabunglah untuk mendapat cuplikan tulisan Maria Valtorta di e-mail anda: http://groups.yahoo.com/group/penayesus/
Atau cuplikan tulisan dapat dilihat di: http://www.penayesus.blogspot.com/

Friday, January 11, 2013

8. Maria Dipersembahkan Di Bait Allah


8. Maria Dipersembahkan Di Bait Allah

30 Agustus 1944


            Aku melihat Maria di antara ayah dan ibunya berjalan di jalanan di Yerusalem.
            Orang-orang yang lewat berhenti melihat kecantikan anak perempuan kecil itu, berpakaian putih dan mengenakan sebuah mantel ringan. Mantel tersebut, karena pada disainnya ada ranting-ranting dan bunga-bunga yang berwarna lebih gelap dibandingkan warna belakangnya yang lembut, terlihat sama seperti yang Anna pakai di hari Purifikasi. Perbedaannya hanya, mantel Anna terjuntai sampai di bawah pinggangnya, sedangkan mantel Maria yang hanyalah seorang gadis kecil, terjuntai sampai mata kakinya dan membungkus kecantikkannya yang langka itu terhadap sebuah cahaya kecil dan awan terang
            Rambut blonde-nya terurai pada pundaknya atau lebih pada leher lembutnya, bersinar melalui kerudung tak berpola hanya berlatar belakang sangat muda. Kerudungnya tertahan di dahinya dengan sebuah pita biru pucat dimana lili-lili kecil dijalin dengan benang-benang perak, pastilah itu hasil kerja ibunya.
Bunga Magnolia

            Seperti yang kukatakan, baju berwarna putih salju itu menjuntai ke bawah, dan kaki-kaki kecilnya dapat terlihat saat ia berjalan mengenakan sendal putih. Tangan-tangannya seperti dua kelopak magnolia, mengintip dari lengan-lengan bajunya. Selain dari pita biru, tidak ada lagi warna lain. Semuanya putih. Maria terlihat berpakaian dalam salju.
Yoakim memakai pakaian yang sama yang ia kenakan pada hari Purifikasi. Namun Anna memakai pakaian berwarna violet yang sangat gelap. Demikian juga mantelnya, yang juga menutupi kepalanya itu, berwarna violet gelap. Ia memegangi mantel itu hingga di bawah matanya. Dua mata malang seorang ibu, merah karena air mata, yang tidak ingin menangis dan lebih dari itu tidak ingin terlihat menangis, namun menjatuhkan air mata di balik perlindungan mantelnya, sebuah perlindungan yang berguna terhadap orang-orang yang lewat dan juga terhadap Yoakim, yang matanya, biasanya jernih, namun hari ini merah dan kusam karena air matanya mengalir dan masih mengalir. Yoakim berjalan membungkuk, kepalanya berkerudung sebuah penutup dalam gaya sebuah turban, yang lipatan-lipatannya terjuntai di wajahnya.
            Seorang Yoakim yang sangat tua. Siapapun yang melihatnya, pastilah berpikir bahwa ia adalah kakek atau kakek buyut dari cucunya si anak perempuan kecil yang dipegangnya itu. Rasa sakit akan kehilangan anak itu menyebabkan ayah yang malang ini menyeret langkahnya dan ia sangat kelelahan sehingga terlihat dua puluh tahun lebih tua. Ia begitu sedih dan lelah sehingga ia terlihat seperti orang sakit. Mulutnya sedikit bergetar di antara dua kerutan di bawah hidungnya yang hari ini terlihat begitu dalam.
            Mereka berdua berusaha untuk menyembunyikan air mata mereka. Walau mereka berhasil menyembunyikannya terhadap banyak orang namun tidak terhadap Maria, yang, karena kecil, melihat mereka dari bawah dan mengangkat kepalanya melihat ayah dan ibunya bergantian. Mereka berusaha tersenyum pada Maria dengan mulut bergetar dan mereka memegang tangan kecilnya semakin erat setiap puteri kecil mereka melihat mereka dan tersenyum. Pastilah mereka berpikir: “Itulah, sebuah senyum yang terlihat pada waktu yang semakin berkurang.”
            Mereka meneruskan dengan perlahan. Sangat perlahan-lahan. Mereka terlihat seperti ingin berjalan seperlahan mungkin di dalam perjalanan itu. Segala sesuatunya seperti memberi alasan untuk berhenti... Namun sebuah perjalanan pastilah harus berakhir! Dan yang satu inipun juga akan berakhir. Di atas sana, di akhir ujung jalan ini, itulah dinding-dinding Bait Allah. Anna mengerang dan memegang tangan Maria semakin erat.
            “Anna, sayangku, aku di sini bersamamu!” terdengar sebuah suara berasal dari teduhan dibangun seperti busur yang rendah melintang di jalan. Dan Elizabet yang telah menunggu mereka, mendekati dan memeluk Anna. Dan karena Anna menangis, Elizabet berkata” “Mari masuk ke rumah bersahabat ini sebentar. Nanti kita akan pergi bersama-sama. Juga Zakharia ada di sini.”
            Mereka semua memasuki sebuah ruangan rendah yang gelap, cahaya yang ada hanya sebuah api yang besar. Sang induk semang pastilah teman Elizabet, namun tidak dikenal oleh Anna, ia ramah dan undur diri meninggalkan mereka.

            “Kau tidak boleh berpikir bahwa aku sedang bertobat atau aku tidak mau menyerahkan hartaku kepada Allah.” Jelas Anna seraya menangis, “tetapi hatiku inilah... oh! Betapa sakit hatiku, hati yang tua ini kembali pada hati sepi tanpa anak dulu! Andai saja kau bisa merasakannya...”
            “Aku tahu, Annaku sayang... Tetapi engkau orang baik dan Tuhan akan menghiburmu di dalam kesepianmu. Maria akan berdoa bagi kedamaian ibunya, iya kan Maria?”
            Maria membelai tangan-tangan ibunya dan menciuminya. Ia mengambil tangan-tangan itu dan menaruhnya di wajahnya minta dibelai dan Anna memegang wajah kecilnya erat-erat dan menciuminya berkali-kali. Ia tak pernah lelah mencium Maria.
            Zakharia masuk dan memberi salam seraya berkata: “Semoga damai Tuhan menyertai orang-orang baik.”
            “Tidak pernah. Malah sebaliknya, kesedihanmu yang tidak akan melebihi dari batas-batas yang masuk akal dan tidak  mengguncangkan imanmu, mengajarkan aku bagaimana untuk mengasihi Yang Maha Tinggi. Tetapi ingatlah di dalam hati. Hanna, sang nabi, akan mengurus bunga Daud dan Harun ini. Sekarang ini hanya dialah lili di Bait Allah tempat kudus Daud dan ia akan dijaga sebagai sebuah mutiara kerajaan. Walaupun kita mendekati waktu dimana Mesias akan datang, dan para perempuan di rumah Daud harus bersungguh mempersembahkan anak-anak perempuan mereka ke Bait Allah, karena Mesias akan dilahirkan dari seorang Perawan keturunan Daud, namun, karena secara umum iman kebanyakan orang melemah, tempat-tempat para perawan di Bait Allah kini kosong. Terlalu sedikit dan tidak ada keturunan bangsawan, sejak Sarah dari Eliza pergi tiga tahun yang lalu untuk menikah. Benar bahwa masih ada 30 tahun dari waktu yang telah ditentukan, tetapi... Ya, marilah kita berharap bahwa Maria adalah yang pertama dari para perawan keturunan Daud di hadapan Tabut Kudus. Dan kemudian... siapa tahu...” Zakharia tidak berkata-kata lagi. Tapi ia melihat Maria penuh perasaan. Kemudian ia melanjutkan: “Aku juga akan menjaga dia. Aku adalah seorang imam dan aku memiliki kekuasaan di sini. Aku akan menggunakannya bagi malaikat ini. Dan Elizabet akan sering datang melihatnya.”
            “Oh! Sungguh! Aku sungguh memerlukan Tuhan hingga aku akan datang dan berkata pada anak kecil ini, agar ia mengatakannya pada Sang Abadi.”
Contoh rajutan benang byssus

            Anna terhibur kembali. Untuk lebih melegakan kesedihannya Elizabet bertanya padanya: “Bukankah ini kerudung pernikahanmu? Atau kau sudah menenun byssus yang baru?”
            “Iya benar. Aku menguduskannya kepada Allah bersama Maria. Mataku sudah tidak begitu baik... dan kemakmuran kami juga sudah menurun karena pajak dan kekurang-beruntungan... Aku sudah tak bisa membayar biaya-biaya yang mahal. Aku hanya mempersiapkan baju Maria untuk di Rumah Allah dan sesudahnya... Sebab kupikir aku tidak akan bersamanya untuk pernikahannya... tapi aku ingin ia mengenakan karya maminya, walaupun dingin dan lamban, mempersiapkan bagi pernikahannya dan menenun linen-linen dan pakaian-pakaiannya.”
            “Oh! Mengapa berpikir begitu!””
            “Aku sudah tua, sepupuku sayang. Aku tak pernah merasa demikian rasa sakit seperti yang kualami sekarang. Aku telah memberikan sampai kekuatanku yang terakhir untuk bunga ini, untuk mengandungnya dan merawatnya, dan kita rasa sakit karena akan kehilangan dia menarikku pada kekuatan terakhirku dan membuangnya.”
            “Jangan berkata begitu demi Yoakim.”
            “Ya, kau sungguh benar. Aku akan mencoba dan hidup bagi suamiku.”
            Yoakim pura-pura tak mendengarnya, terlihat ia sungguh-sungguh sedang mendengarkan perkataan Zakharia, tetapi Yoakim mendengarnya dan ia menarik nafas dalam-dalam, matanya bersinar dengan airmata.
            “Sekarang ini antara jam ketiga dan ke-enam. Kurasa kita harus pergi.” Kata Zakharia.
            Mereka semua berdiri dan memakai mantel mereka dan pergi.
            Namun sebelum keluar, Maria berlutut dengan tangannya terbuka: seorang kerub kecil meminta. “Ayah! Ibu! Tolong, berkatmu.”
            Maria tidak menangis, ia seorang anak kecil yang berani. Namun bibirnya bergetar, dan suara kecilnya terpecah di dalam sedunya, nampak seperti seekor merpati kecil yang gemetar. Wajahnya pucat, dan matanya terlihat bagai mata kesedihan yang kemudian kulihat lagi di Kalvari dan di Sepulchre (makam Yesus), yang begitu mendalamnya sehingga tak mungkin memandangnya tanpa penderitaan yang dalam.
            Orangtuanya memberkati dia dan menciumnya: sekali, dua kali, sepuluh kali, mereka tak puas-puas... Elizabet menangis diam-diam dan Zakharia, walaupun berusaha untuk menutupi air matanya, juga sungguh tergerak secara mendalam.
            Mereka keluar. Maria berada di antara ayah dan ibunya, dan seperti sebelumnya, Zakharia dan istrinya berada di depan mereka.
            Sekarang mereka berada di dalam dinding-dinding Bait Allah. “Aku akan pergi pada imam besar. Kalian pergilah ke Teras Agung.”
Mereka menyeberangi 3 halaman dan melalui 3 hall, yang tersusun satu sama lain. Sekarang mereka berada di kaki marmer kubus bermahkotakan emas. Setiap kubah, konveks seperti bentuk setengah jeruk yang besar, memancar diterpa matahari, saat ini adalah siang hari, matari bersinar langsung ke halaman besar yang mengelilingi bangunan berkhidmat itu dan dipenuhi dengan kilau cahaya bujur sangkar besar dan tangga naik yang lebar yang mengarah pada Bait Allah. Hanya berandanya yang menghadap undakan-undakan, sepanjang yang tersembunyi itu pada teduhan dan pintu yang bertembaga-emas bahkan lebih gelap dan terlihat lebih berkhidmat di dalam cahaya tersebut.
Maria terlihat lebih putih daripada salju di bawah sinar matahari terik. Ia kini berada di kaki undakan-undakan, di antara ayah dan ibunya. Betapa kerasnya degup hati mereka pastinya! Elizabet berada di samping Anna, sedikit di belakanganya, kurang lebih setengah langkah.
            Setelah suara terompet-terompet perak pintu tersebut berputar pada engselnya, terdengar seperti suara kecapi, sambil menghidupkan bola-bola perungu. Bagian dalamnya nampak lampu-lampu pada kejauhan ujungnya dan sebuah prosesi bergerak ke arah pintu, sebuah prosesi formal dengan terompet-terompel perak, asap-asap dupa dan cahaya-cahaya.

Sekarang berada di depan pintu. Di hadapan seorang Imam Besar... seorang tua berwibawa, berpakaian sangat bagus, dan mengenakan pada pakaiannya tunik linen pendek dan dilapisi semacam kasula, sesuatu yang warna-warni antara kasula dan rompi diakon: ungu dan emas, violet dan putih terpadu dan berkilau bagai batu permata di bawah matahari: dua batu permata asli bersinar lebih terang pada bahunya. Mungkin mereka saling berpadu pada penempatan yang indah. Di dadanya ada sebuah piringan metal yang besar bersinar dengan batu-batu permata dan tertahan oleh sebuah rantai emas. Liontin-liontin dan hiasan mengkilat ada pada ujung tuniknya yang pendek dan emas bersinar di atas dahinya pada mitre yang dikenakannya, yang mengingatkanku pada mitre (penutup kepala imam) yang digunakan oleh imam-imam Ortodox,  sebuah mitre yang berbentuk seperti kubah tidak lancip seperti yang dipakai oleh imam Katholik Roma.
            Seorang yang penuh khidmat maju ke depan, sendiri, sejauh undakan-undakan awal, di bawah sinar matahari keemasan yang membuatnya terlihat lebih indah. Yang lainnya berdiri menunggu di bawah beranda yang teduh, di sebuah bundaran di luar pintu. Di kiri ada kelompok gadis-gadis kecil, semuanya berpakaian putih, dengan nabi Hanna dan perempuan-perempuan tua lainnya, pastilah mereka guru-guru.
            Imam besar melihat pada anak-anak itu dan tersenyum. Maria pastilah terlihat sangat kecil di kaki undakan-undakan senilai Bait bangsa mesir itu! Imam itu mengangkat lengannya ke langit, berdoa. Mereka semua menundukkan kepala di dalam kerendahan hati yang sempurna di hadapan kemuliaan imamat yang berkomunikasi dengan sang Kemuliaan yang Abadi.
            Kemudian, ia memberi tanda memanggil Maria. Dan Maria  berjalan meninggalkan ayah dan ibunya, dan bagaikan terbuai, ia menaiki undakan-undakan itu. Dan ia tersenyum. Ia tersenyum di bawah teduhan Bait Allah, dimana Kerudung berharga itu tergantung... Ia kini berada di puncak undakan-undakan, di kaki imam besar, yang meletakkan tangannya ke kepala Maria. Korban telah diterima. Ada lagikah korban lebih murni yang pernah diterima oleh Bait Allah?
            Kemudian imam besar berpaling dan meletakkan tangannya pada pundak Maria seperti ia sedang menuntun Anak Domba Kecil tak bernoda ke altar, ia membawa Maria pada pintu Bait Allah. Sebelum ia menyuruhnya masuk, ia bertanya pada Maria: “Maria dari Daud, apakah engkau menyadari akan sumpahmu?” Ketika Maria menjawab “ya” dalam suara keperakannya, imam besar berkata: Jika demikian, pergilah masuk. Berjalanlah di dalam hadiratku dan jadilah sempurna.”
            Maria berjalan masuk dan tertelan kegelapan. Kelompok para perawan dan guru, dan orang-orang Lewi semakin menyembunyikan dan mengasingkan dia... Kini dia tidak lagi terlihat...
            Juga sekarang pintu tertutup, terdengar engselnya bersuara manis. Melalui kesenyapan yang menyempit dan semakin menyempit, prosesi itu dapat terlihat mendahului Kudus dari Para Kudus. Sekarang kini tampak hanya bagai sebuah benang. Dan lebih lagi: sudah tertutup.
            Suara harmoni terakhir yang terdengar dibalas oleh isak tangis dari dua orangtua yang menangis bersamaan: “Maria! Nak!” dan keduanya mengerang, dan memanggil satu sama lain: “Anna” “Yoakim” dan mereka berhenti berbisik: “Marilah kita beri kemuliaan kepada Allah Yang menerimanya di dalam RumahNya dan menuntunnya di jalanNya.”
            Kemudian semuanya berhenti di situ.
--------------------

            Yesus berkata:
            “Imam besar berkata: “Berjalanlah di dalam hadiratku dan jadilah sempurna.” Sang imam besar tidak mengetahui bahwa ia berbicara pada sang Perempuan Yang telah sempurna hanya bagi Tuhan. Ia berbicara di dalam nama Tuhan, sehingga dengan demikian perintahnya adalah perintah yang kudus. Selalu kudus, terutama yang berhubungan dengan sang Perawan Penuh Kebijaksanaan.
            Maria pantas mendapatkannya bahwa “Kebijaksanaan mendahuluinya dan menunjukkan diri lebih dulu kepadanya”, sebab “dari awal harinya ia telah melihat pada pintuNya, dan ingin berkeinginan untuk diajari, karena kasih, ia ingin menjadi murni untuk mencapai kasih yang sempurna dan pantas memiliki Kebijaksanaan sebagai gurunya.”
            Dalam kerendahan hatinya ia tidak mengetahui bahwa ia sudah memiliki Kebijaksanaan sebelum ia dilahirkan dan bahwa persatuan dengan Kebijaksanaan adalah kelanjutan dari denyut-denyut Ilahi Firdaus. Ia tidak dapat membayangkannya. Dan ketika Tuhan membisikkan kata-kata agung kepadanya pada kedalaman hatinya, dalam kerendahan hatinya, ia berpikir bahwa pikiran-pikiran seperti itu adalah kesombongan dan  karen itulah, menaikkan kepolosan hatinya bagi Tuhan, ia meminta padaNya: “Tuhan, kasihanilah hambaMu ini!”
            Oh! Sungguh benarlah itu bahwa sang Perawan Kebenaran Sejati, sang Perawan Abadi, memiliki pikiran dari awal harinya: hanya untuk mengangkat hatinya pada Tuhan dari pagi akan kehidupannya dan untuk berjaga bagi Tuhan, berdoa di hadapan Yang Maha Tinggi, memohon pengampunan bagi kelemahan hatinya, sebagaimana kerendahan hatinya meyakinkannya, dan ia tidak menyadari bahwa ia sedang memintakan pengampunan bagi para pendosa, yang kemudian nantinya ia lakukan di kaki Salib, bersama dengan Puteranya yang sekarat.
            “Saat Allah yang Besar memutuskan, ia akan dipenuhi dengan Roh kepandaian” dan kemudian akan mengerti misi besarnya. Untuk sementara waktu, ia hanyalah seorang anak, yang berada di dalam tempat kudus di Bait Allah, mendirikan dan kembali mendirikan semakin dekat dan semakin dekat, hubungan-hubungan, kasih dan kenangan bersama Tuhannya.
            Ini adalah untuk setiap orang.
            Tetapi untukmu, Maria kecilku, tidakkah Gurumu memiliki sesuatu yang istimewa untuk dikatakan padamu? “Berjalanlah di dalam hadiratku dan jadilah sempurna.” Aku akan sedikit memodifikasi kalimat kudus itu dan aku memberikannya padamu sebagai sebuah perintah. Jadilah sempurna di dalam kasih, sempurna di dalam kebaikan hati, sempurna di dalam penderitaan.
            Sekali lagi lihatlah ibuKu. Dan pikirkanlah apa yang telah begitu banyak diabaikan atau ingin diabaikan oleh orang, sebab kesedihan terlalu mendukakan perasaan mereka dan roh mereka. Kesedihan. Maria menderita dari waktu terawal di dalam hidupnya. Untuk menjadi sempurna seperti dia, harus memiliki kesensitifan yang sempurna. Dengan demikian berkorbanlah lebih lagi. Sehingga akan menjadi lebih pantas lagi. Ia yang memiliki kemurnian memiliki kasih, ia yang memiliki kasih memiliki kebijaksanaan, ia yang memiliki kebijaksanaan memiliki kebaikan hati dan kepahlawanan, sebab ia tahu mengapa ia membuat suatu pengorbanan.
            Bangkitkanlah semangatmu, walaupun jika salib itu menundukkanmu, mematahkanmu dan membunuhmu. Tuhan bersamamu.”


Bergabunglah untuk mendapat cuplikan tulisan Maria Valtorta di e-mail anda: http://groups.yahoo.com/group/penayesus/
Atau cuplikan tulisan dapat dilihat di: http://www.penayesus.blogspot.com/