1944 – 1947: Maria Valtorta dilaporkan telah menerima
visiun-visiun dan dikte-dikte mengenai kehidupan Yesus yang dicatat ke dalam
buku-buku catatan. Hal-hal ini kemudian dalam bahasa Inggris-nya dikenal
sebagai “The Poem of the Man-God”.
Maria Valtorta menulis lebih dari ribuan halaman tulisan
tangan dalam waktu tiga tahun, rata-rata 64 halaman per minggu (sebuah tambahan
5.000 halaman ditulis dan ditulis ke dalam buku-buku dan meditasi-meditasi lain
sampai tahun 1954, termasuk sebuah autobiografi. Semua tulisan-tulisannya
dilakukan dengan kepatuhan pada permintaan pada bapa pengakuannya. Kami catat
hal terakhir ini karena norma-norma Gereja mensyaratkan kepatuhan sebagai
kondisi yang diperlukan untuk sebuah keabsahan. Sesuai sejarah, jika seorang
visiunari tidak patuh hampir pasti karyanya mengandung kepalsuan).
1946: Uskup Agung Alfonso Carinci, Sekertaris dari
Konggregasi Sacred Rites, melihat manuskrip-manuskrip tersebut dan menyatakan;
“Tidak ada di dalam sana yang bertentangan dengan Kitab Suci. Malahan,
pekerjaan ini, sebuah pelengkap Injil yang baik, menyebabkan sebuah pengertian
yang baik dari artian-artiannya.”
1946 – 1947: Pengarah spiritual Maria Valtorta, imam
Migliorini, mulai membaca manuskrip-manuskrip dengan devosi yang antusias.
Yakin akan sumber ilahi dari tulisan-tulisan ini, ia berhasrat untuk mengusahakan
publikasi (walaupun Maria Valtorta enggan melakukannya), dan mulai memberikan
draft ke untuk diketik dan didistribusikannya ke dalam pamflet-pamflet kecil.
Imam Migliorini kemudian dipindahkan ke Roma, dan digantikan oleh imam Berti
sebagai pengarah spiritual Maria Valtorta. Imam Berti (Profesor Teologi
Sakramental Dogmatik), yang, juga kemudian menjadi yakin akan sumber ilahi dari
tulisan-tulisan ini, mengusahakan publikasi dengan menghubungi
perwakilan-perwakilan Vatikan yang bersahabat. Imam Berti diminta untuk
menyerahkan salinan-salinan tulisan yang telah diketik, langsung kepada Paus
Pius XII, melalui seorang petinggi berpengaruh. Terbaring di tempat tidurnya,
Maria Valtorta enggan menyetujui usaha publikasi tersebut, tetapi setuju hanya
jika ia bisa tetap anonymous (tidak disebutkan)
Laporan menegaskan bahwa Pius XII membaca secara pribadi
tulisan-tulisan ini. Tidak diketahui apakah imam Migliorini mengusahakan
persetujuan dari uskup setempat (asli) sebelum mendistribusikan
pamflet-pamflet. Jika tidak, hal itu merupakan suatu kecerobohan yang telah
dilakukannya, sebagaimana komunikasi terbuka dengan seorang uskup, harus selalu
berada di garis pertama dari aksi mencari persetujuan Gereja. Maria enggan
melawan keinginan-keinginan imam Migliorini ini, ini juga kemudian merupakan
indikasi juga dari tingkat kedewasaan spiritualitasnya.
Tidak diketahui mengapa pejabat-pejabat resmi Vatikan
menghubungkan imam Berti langsung kepada Paus. Biasanya, semua penampakan harus
diperiksa oleh pejabat lokal terlebih dahulu, lalu jika diperlukan akan
diperiksa oleh Holy Office, sekarang dikenal dengan Konggregasi untuk Doktrin
bagi para beriman (Congregation for the Doctrine of the Faith / CDF).
Bagaimanapun, paus, memiliki kewenangan
universal bagi seluruh Gereja, bertindak atas kewenangannya untuk memeriksa
ketikan-ketikan itu sendiri, jika ia memilihnya.
Kami merasa layak menyebutkan keinginan Valtorta untuk
tetap anonymous (tidak disebutkan), sebagaimana Holy See menganggap ini sebagai
karakter dari visiunari tersebut.
1947 – 1948: Paus Pius XII melihat kembali
tulisan-tulisan tersebut selama setahun (atau, paling tidak sudah berada di
tangannya), dan di bulan Februari 1948, menyetujuinya di hadapan imam Berti dan
2 orang imam lainnya. Menurut 3 saksi mata ini – yang menandatangani kesaksian
akan kejadian itu – Bapa Suci memberikan ijin secara lisan; “Publikasikanlah
pekerjaan ini; ia yang membacanya akan mengerti. Ia yang mendengarkan akan
membicarakan begitu banyak penglihatan dan wahyu. Aku tidak mengatakan bahwa
semuanya adalah benar; tetapi beberapa di antaranya bisa jadi benar.” Imam
Berti kemudian bertanya apakah di dalam naskah-naskah itu:
“Penglihatan-penglihatan” dan “Dikte-dikte” ada yang harus dihapus sebelum
dipublikasikan. Paus menanggapi bahwa tidak ada yang harus dihapus daripadanya.
Pernyataan untuk mempublikasikan “sebagaimana adanya”
oleh Paus Pius XII mungkin merupakan bukti yang paling mendesak akan hal ini.
Beberapa kritik telah mencoba untuk meniadakan keabsahan ini, tetapi tanpa
menyebutkan bukti otentik yang menyertainya. Jadi, kami tidak menemukan alasan
apapun untuk menolak kesaksian-kesaksian dari tiga imam ini sebagai suatu
kesalahan atau suatu kebohongan, khususnya diberikan pada mereka yang mempunyai
reputasi baik (di hadapan Servites of Mary in Rome, Profesor Teologi Dogmatic,
dan Prefect Apostolic di Afrika). Juga layak disebutkan, di pengadilan di
Amerika, hanya dua saksi mata yang diperlukan untuk menentukan hukuman mati.
Kesaksian-kesaksian yang ditandatangani oleh tiga imam
ini ditempatkan di Isola del Liri, Italia. Dokumentasi selanjutnya dapat
diperoleh di Basilika the Annunciation di Florence, Italia, dimana Maria
Valtorta dimakamkan.
Ijin untuk mencetak yang dikenal sebagai sebuah
Imprimatur, dalam bahasa latin untuk “biarkanlah itu dicetak”. Hal itu
merupakan “sebuah ijin untuk mencetak atau mempublikasikan.”
Uskup Agung Montini (kemudian menjadi Paus Paulus VI)
membaca satu volume The Poem, dan memesan tulisan terketik secara lengkap untuk
ditambahkan di perpustakaan seminarinya di Milan.
Walaupun tahun pastinya kapan Paulus VI membaca the Poem
tidak diketahui, kejadian ini dihubungkan dengan dua saksi, dan didukung oleh
sebuah surat resmi dari Paus Paulus VI sendiri.
1949: Holy Office, di bawah Kardinal Alfredo Ottaviani
(kemudian Pro-Prefect) meminta imam Berti melalui 2 komisioner-nya, Msgr. Pepe
dan imam Berruti, memberikan semua manuskrip dan ketikan-ketikan tersebut.
Msgr. Pepe, yang membaca keputusan, menambahkan; “Di sini akan tinggal tetap sebagaimana
di dalam sebuah makam.” (Hal ini secara efektif menghentikan usaha-usaha
publikasi lebih jauh). Imam Berti menyerahkan semua ketikan-ketikan yang
dimilikinya namun menyimpan naskah-naskah aslinya.
Ada alasan yang masuk akal untuk dipikirkan teguran Holy
Office yang tiba-tiba itu, dipicu oleh pejabat-pejabat Vatikan resmi sehubungan
dengan kontak langsung imam Berti kepada Paus daripada melalui Holy Office
(dengan kata lain, hal ini menyebabkan kejadian-kejadian di dalam – melampaui
kendali Maria Valtorta – dibandingkan dari tulisan-tulisan itu sendiri). Alasan
terkuat dari fakta ini adalah penjelasan akan tidak disetujuinya tulisan ini
pada tahun 1959, yang meletakkan the Poem ke dalam Indeks buku-buku yang
dilarang. Secara mengejutkan, surat ini sendiri menjadi kritiknya sendiri yang
terparah, memperlihatkan ketidakselarasannya sendiri dengan kriteria Gereja
yang menghakimi penampakan-penampakan yang dimaksud (bahkan tidak dilakukan
sebuah investigasi pun ke dalam hidup sang visiunari pada saat itu – yang
merupakan sebuah syarat yang diperlukan untuk menentukan sebuah keabsahan), dan
tidak menunjukkan sebuah analisa jernih yang masuk akal, tetapi malah
memberikan kesan yang sebaliknya.
Mungkin jika imam Berti lebih patuh segera saat itu, ia
dapat menghindari banyak kesulitan yang mengikutinya selanjutnya. Ketika Beato
Maria dari Agreda dikomandokan oleh seorang imam untuk membakar semua
tulisan-tulisannya, ia melakukannya tanpa ragu-ragu, sebagaimana yang dilakukan
Santa Faustina. Jika Maria Valtorta diminta melakukan hal tersebut, kemungkinan
ia pun akan melakukan apa yang diminta padanya. Tetapi imam Berti beralasan
merasa perlu untuk melindungi Maria Valtora, dan dengan melakukan hal tersebut
ia telah mengabaikan nilai dari kepatuhan.
1952: Imam Bea (kemudian menjadi Kardinal), pengarah
spiritual bagi Paus Pius XXII menyatakan; “Aku telah membaca banyak manuskrip
yang ditulis oleh Maria Valtorta, sejauh pertimbangan eksegesis, aku tidak
menemukan kesalahan-kesalahan di dalam bagian-bagian yang aku periksa.”
1956 – 1959: Enam tahun setelah larangan Holy Office,
konsultan Vatikan dan Mariologis terkenal, imam Roschini, mendorong imam Berti
untuk mengusahakan publikasi melalui sebuah penerbit Italia, Michel Pisani.
Penerbit ini bersemangat mengusahakan publikasi tersebut, merasa yakin akan
niat baik Gereja. Edisi pertama the Poem kemudian dipublikasikan, satu volume
setiap tahunnya dari tahun 1956 sampai 1959. Bagaimanapun juga hal ini tetap
dilakukan sebagai pekerjaan dari seorang yang tak bernama atas permintaan
Valtorta, dan tanpa ada perbaikan, catatan-catatan teologikal atau kata
pengantar.
Pisani menulis; “dan kami tampaknya cukup dijamin oleh
pertimbangan tinggi Paus dan oleh sertifikasi-sertifikasi tercatat yang
diberikan oleh orang-orang berwenang dan kompeten yang tidak harus
dipertanyakan lagi.” Pisani mungkin saat itu terlalu percaya diri, terbukti ia
tidak menyadari akan ketegangan yang terjadi di Vatikan dikarenakan revolusi
kultural yang menghancurkan yang akan terjadi di seluruh dunia.
1958 – 1959: Pius XII meninggal dunia, beliau digantikan
oleh Paus Yohanes XXIII. Paus baru segera mengambil tindakan-tindakan untuk
me-reorganisasi tugas-tugas perwalian,
termasuk Holy Office (ia kemudian segera mewujudkan Vatikan II). Kardinal Ottaviani
menggantikan Kardinal Pizzardo sebagai Sekertaris.
1959: Berganti kepala,
yaitu oleh yang baru ditunjuk, Kardinal Ottaviani sebagai Prefect, Holy
Office mengeluarkan sebuah peraturan menempatkan edisi pertama the Poem di
dalam Indeks buku-buku terlarang, ditandatangani oleh Paus Yohanes XXIII.
Dipublikasikan di koran Vatikan (L’Osservatore Romano), pada halaman yang sama
dari peraturan pelarangan tersebut, juga ada sebuah surat tanpa nama memberikan
alasan-alasan detil bagi pelarangan tersebut (Januari 1960).
Untuk konteks ini, layak juga disebutkan bahwa buku
harian Santa Faustina juga diletakkan dalam Indeks tersebut bersamaan waktunya
dengan The Poem. Orang-orang lain yang telah diletakkan di dalam Indeks
tersebut adalah Victor Hugo (Les Miserables, The Hunchback of Notre Dame), Alexander
Dumas (Three Musketters, Count of Monte Cristo), dan Galileo untuk
tulisan-tulisannya akan badan-badan selesial. Lebih jauh lagi, pada tahu 1961,
Padre Pio juga ditegur oleh Holy Office di bawah Kardinal Ottaviani,
menempatkan berbagai macam pembatasan-pembatasan akan fungsi-fungsi
keimamannya. Kami menunjukkan hal ini, tidak untuk memperlihatkan ketidak-kompetenan
Holy Office, tetapi untuk menyediakan sebuah konteks yang lebih jernih akan
kenyataan pelarangan ini; yang terkadang diijinkan oleh Bunda kita untuk
memberikan bukti lebih jauh akan kekudusan seseorang, atau, di kasus lain,
mungkin mengarah kepada kemungkinan kesalahan manusia (human error).
1960: Merasa bingung dan sedih akan pelarangan tersebut,
kesehatan Maria Valtorta terus menurun (ia meninggal di tahun depannya, 1961).
Bagaimanapun juga, penerbit M. Pisani dan imam Berti memutuskan untuk
mempersembahkan edisi kedua kepada Holy Office.
Perusahaan penerbit Pisani menulis; “Kami menemukan
sebuah sistem untuk memulai lagi publikasi akan Pekerjaan ini dengan kriteria
demikian agar tidak mengesampingkan hormat terhadap otoritas Gereja.” Terbukti,
imam Berti dan Pisani kini mulai lebih bijaksana terhadapa aturan-aturan layak
yang berlaku pada saat itu.
1960 – 1962: Imam Berti dipanggil oleh Holy Office di
berbagai acara, yang diterima oleh Wakil Komisioner Holy Office, Imam Mark
Giraudo O.P. Dialog yang terjadi saat itu lebih bersahabat. Imam Berti dapat
menunjukkan ijin Paus Pius XII untuk publikasi di tahun 1948, juga
menerangkan/menjernihkan pertimbangan-pertimbangan lainnya.
Perwakilan-perwakilan Vatikan diutus untuk mengunjungi Maria Valtorta untuk
memberikan pertanyaan-pertanyaan secara langsung – dan tampaknya memuaskan
mereka. Hal-hal ini akhirnya tampak berpihak kepada Maria Valtorta, dan edisi
kedua dari the Poem tampak diterima baik. Para pejabat Vatikan menyerahkan
kepada Holy Office berbagai sertifikasi
yang ditandatangani yang merupakan dukungan mereka terhadap edisi kedua.
Pada penutupan investigasi tidak resmi, imam Giraudo, di bawah pengarahan
Kardinal Pizzardo, tampak memberikan ijin secara tersirat, menyatakan;
“Lanjutkanlah untuk mempublikasikan edisi kedua ini. Kita akan melihat
bagaimana Pekerjaan ini [The Poem] akan diterima.”
Sertifikasi-sertifikasi diserahkan oleh Kardinal
Augustine Bea, S.J., Msgr. Alfonsus Carinci, dan Imam Gabriele Roschini,
O.S.M., yang secara positif mengesankan bagi Kardinal Pizzardo (Sekertaris Holy
Office, 1951 – 1959). Hal ini juga menarik untuk dicatat bahwa hal tiba-tiba
yang kemudian berpihak pada Maria Valtorta segera terjadi setelah kematiannya.
1963: Paus Yohanes XXIII meninggal, yang digantikan oleh
Paus Paulus VI (yang tercatat menyukai the Poem). Kemudian sesi-sesi Vatikan II
berlanjut sampai 1965.
1964 – 1966: Edisi kedua The Poem dicetak, dengan ijin
yang diberikan oleh para pejabat tinggi Holy Office di tahun 1962.
Edisi ini secara nyata direvisi dari edisi pertama, dan
memasukkan klarifikasi-klarifikasi dari Maria Valtorta, edit-edit dari bacaan
yang kurang baik susunan kata-katanya, dan diberikan komentar teologikal secara
ekstensif oleh imam Berti yang lebih jauh mengklarifikasikan paragraf-paragraf
yang kurang jelas. Edisi ini diterbitkan hanya di dalam bahasa Italia.
1966: Paus Paulus VI mencabut indeks Buku-buku terlarang,
secara efektif membebaskan edisi pertama the Poem dari kecaman Holy Office
Juni 1966: Kardinal Ottaviani menulis sebuah surat
menyatakan bahwa “Indeks tersebut menahan kekuatan moral, sedemikian rupa
indeks itu memperingatkan nurani orang Kristen agar tetap berjaga, sebagaimana
diminta oleh hukum alam sendiri, terhadap tulisan-tulisan yang dapat
membahayakan iman atau moral-moral baik.”
Pernyataan Kardinal Ottaviani ini tampaknya beredar luas
dikarenakan kritik-kritik terhadap tulisan Valtorta, secara efektif digunakan untuk
mengembalikan Indeks tersebut. Beberapa hal harus diperhatikan;
1) Pengertian yang pantas akan “kekuatan moral”
didefinisikan pada kalimat selanjutnya, yaitu “berjaga”. Hal itu bukan lagi
sebuah selimut aksi pelarangan – Hal itu tidak mungkin, karena buku harian
Santa Faustina tidak pernah dihapuskan dari Indeks tersebut, namun sekarang
kita merayakan Minggu Kerahiman Ilahi karenanya.
2) Pernyataan lebih jauh terbatas pada “tulisan-tulisan
yang dapat membahayakan iman atau moral-moral baik”. Tidak setiap buku di dalam
Indeks tersebut masuk di dalam katagori ini. The Poem sendiri diletakkan di
dalam Indeks karena sebuah prinsip hukum – kurang sebuah imprimatur – bukan
karena dinyatakan sebagai “membahayakan iman atau moral-moral baik.” Tidak ada
Uskup atau Kardinal, di dalam cetakan ini, yang telah menemukan sebuah
kesalahan doktrin di dalam the Poem.
3) Jika “Kekuatan Moral” benar berarti apa yang
dimaksudkan oleh kritik-kritik bagi the Poem, kemudian seseorang pastilah
berharap Vatikan untuk membuat Indeks siap tersedia bagi para kaum beriman
untuk melindungi jiwa-jiwa dari bahaya (dan juga melarang untuk melihat drama-drama
Les Misrable, the Hunchback of Notre Dame, etc.). Bagaimanapun, Vatikan telah
menguburkan Indeks tersebut – menerbitkan arsip-arsipnya hanya sebagai sejarah
di tahun 1998 – dan tidak secara publik mengeluarkan daftar isi-isinya.
4) Seharusnya kembali diingat bahwa edisi pertama the
Poem diletakkan di dalam Indeks, dimana yang edisi kedua [yang isinya direvisi]
telah mendapatkan ijin lisan untuk diterbitkan pada tahun 1962 menurut
pengakuan imam Berti.
1974: Paus Paulus VI mengijinkan sebuah surat penghargaan
kepada imam Gabriele Roschini, bagi bukunya; “Sang Perawan Maria di dalam
tulisan-tulisan Maria Valtorta”. Sebuah salinan photografik dari surat tersebut
dicantumkan di bagian dalam cover setiap edisi.
Surat ini, ditulis oleh Sekretariat Negara dan disetujui
oleh paus, tidak diragukan lagi menunjukkan sebuah nada positif, memuji sang
penulis bagi “kebaikan dan semangatnya, dimana publikasi ini merupakan hasil
yang nyata”. Tidaklah logis untuk berkesimpulan bahwa paus akan mengijinkan
surat yang demikian, jika beliau berpikir bahwa tulisan-tulisan itu dilarang
atau berisikan kesalahan.
Kejadian ini secara alami berhubungan dengan aksi Bapa
Paus dari dekade-dekade sebelumnya untuk mengirimkan tulisan-tulisan lengkap
tersebut ke Perpustakaan Seminari Milan.
1985: Seorang imam menulis sebuah surat kepada Kardinal
Ratzinger, kemudian Prefect dari Congregation for the Doctrine of the Faith
(CDF), mempertanyakan tentang distribusi dari tulisan yang pernah diletakkan di
dalam Indeks. Delapan bulan kemudian, Kardinal Ratzinger mengirim sebuah
tanggapan kepada Kardinal Siri, yang mana secara diplomatis telah ia kumpulkan sejarah
kejadian-kejadian, dan berkesimpulan tidak ada keperluan akan
pelarangan-pelarangan untuk “menetralisir kerusakan-kerusakan yang dapat
disebabkan oleh publikasi yang demikian kepada lebih banyak lagi orang-orang
beriman yang tidak siap”.
Di sana muncul berbagai terjemahan dalam bahasa Inggris
dari dokumen yang beredar di Internet, beberapa memuat kesalahan-kesalahan yang
nyata di dalam pernyataan-pernyataan kunci [seperti; Tanggapan kepada Colin B.
Donovan]. Ketika membaca sebuah terjemahan yang akurat, hal itu menjadi bukti
segera bahwa Kardinal Ratzinger menghindari sebuah penghakiman negatif,
Kardinal hanya menekankan pada kejadian-kejadian di dalam sejarah, dan
menyatakan bahwa penyebaran dari the Poem pada waktu itu, “tidak dikendalikan
dengan baik”. Pernyataan terakhir, seperti yang dicuplik di atas, membatasi
jangkauan pelarangan lebih jauh, membatasinya kepada “lebih bayak orang beriman
tidak siap” (yang mana seseorang menafsirkan hal itu berhubungan dengan
kurangnya katekesis yang baik, yang mengikat dirinya sendiri terlalu kuat pada
the Poem, secara efektif mengangkat sebuah wahyu pribadi di atas wahyu publik).
Paling tinggi, teks ini dapat diinterpretasikan sebagai sebuah peringatan
pencegahan; tetapi bagaimanapun bukanlah sebuah penghakiman yang negatif.
1992: Beberapa Uskup dan Uskup Agung (satu dari di
antaranya adalah seorang Uskup Agung Mayor, Padiyara of Ernakulam, kepala dari
Sylo-Malabar rite) menulis surat-surat persetujuan untuk terjemahan the Poem ke
dalam Malayalam. Di antara mereka termasuk; Uskup Agung Gregorous dari
Trivandrum, Uskup Benjamin dari Darjeeling, Uskup D’souza of Pune, Uskup
Kundukulam, Uskup Kureethara, dan Uskup Soosa of Trivandrum. Uskup Soosa
kemudian dipromosikan menjadi Uskup Agung oleh Paus Yohanes II.
1992: seorang awam
bertanya kepada Uskup Boland, yang menulis kepada Holy Office tentang status
the Poem. Kardinal Ratzinger dilaporkan menanggapi kepada Uskup, kemudian
merangkum surat Kardinal; menyatakan bahwa the Poem boleh dipublikasikan dengan
tujuan “secara jelas mengindikasikan dari setiap halaman pertama bahwa ‘penglihatan-penglihatan’
dan ‘dikte-dikte’ dihubungkan secara sederhana sebagai bentuk-bentuk sastra
yang dipakai oleh si penulis untuk menarasikan kehidupan Yesus dengan caranya
sendiri. Semua itu tidak dapat dikatakan sebagai kejadian supernatural asli.”
Implikasi dari pernyataan di atas adalah monumental. Apa
yang ditutupi di balik sebuah hal yang dikatakan negatif, sebenarnya merupakan
suatu pembalikkan secara utuh oleh Holy Office sebelum larangan dari tahun
1959. Secara tersirat dari pernyataan di atas adalah ijin penuh untuk secara
bebas mempublikasikan, mempromosikan dan mendistribusikan the Poem, selama hal
itu tidak dipromosikan sebagai supernatural asli. Ini adalah sebuah lompatan
ke depan yang besar dari 30 tahun sebelumya. Ini berarti orang awam dan para
imam dan dengan nurani yang baik dapat membaca the Poem, mempromosikan the
Poem, dan mendistribusikan the Poem, tanpa ketakutan akan disensor. Tidak dapat
lagi kritik berkata; “CDF melarangmu!”
Tetapi marilah juga kita memeriksa bagian dari pernyataan
ini; “Hal-hal itu tidak dapat dipertimbangkan sebagai supernatural asli”. Pada
pandangan pertama, terjemahan bahasa Inggris ini dapat terlihat sebagai pernyataan
negatif yang pasti. Tetapi benarkah demikian? Gereja memiliki sebuah
terminologi yang sangat tepat untuk menilai penampakan-penampakan. Menurut
norma-norma CDF, penampakan-penampakan yang ada diklasifikasikan ke dalam salah
satu dari tiga katagori ini:
1. Constat de supernaturalitate – Itu adalah pasti/dikonfirmasikan
sebagai supernatural asli.
2. Constat de non supernaturalite – Itu adalah pasti/dikonfirmasikan
sebagai bukan supernatural asli.
3. Non-constat de supernaturalitate – Itu adalah pasti
bukan (atau tidak dapat) adalah pasti/dikonfirmasikan sebagai supernatural
asli.
Jika seseorang memeriksa surat Kardinal Ratzinger dengan
hati-hati, mereka akan melihat bahwa beliau mengklasifikasikan the Poem kepada
katagori ke-tiga (Non-constat de supernaturalite). Yang telah diterjemahkan ke
dalam bahasa Inggris untuk dibaca; “tidak dapat dipertimbangkan sebagai
supernatural asli” secara sederhana berarti bahwa kejadian-kejadian tidak
dipastikan oleh Gereja sebagai supernatural asli. Kardinal hanya menyuruh para
penerbit saat itu untuk mengatakan kepada para pembaca bahwa mereka belum dapat
mempertimbangkan hal itu sebagai fakta yang terbukti bahwa the Poem adalah
supernatural asli (dimana para penerbit mematuhinya, mencantumkannya pada cover
bagian belakang di edisi tahun 1993).
Sehubungan dengan konteks sejarah, kita mendapatkan
pernyataan yang menjadikannya masuk akal, berhubungan dengan Holy Office tidak
pernah menginvestigasi kehidupan sang visiuner. Tanpa sebuah investigasi, hal
itu tidak dapat secara positif dipastikan sebagai supernatural asli, atau
secara negatif tidak disetujui sebagai supernatural asli (sebagaimana
ditekankan pada norma-norma untuk menginvestigasi penampakan-penampakan yang
terjadi). Jadi, karena klasifikasi #1 ataupun #2 tidak berlaku, jadi secara
otomati kita harus menyimpulkan; “hal ini tidak dapat dipastikan supernatural”,
klasifikasi #3.
1994: Paus Yohanes Paulus II membuka proses beatifikasi
untuk Beato Imam Gabriel Allegra – seorang pendukung Maria Valtorta yang
lantang dan seorang cendikiawan Injil yang terkenal – yang kemudian dinyatakan
sebagai Beato. Ketentuan beatifikasi diedarkan pada tahun 2002
Beato Imam Allegra menulis; “Ketika rampung membaca the
Poem membuat kita lebih mengerti akan Injil, tetapi tidak bertentangan… Saya
tidak menemukan karya-karya lain dari ekseget Kitab Suci terkemuka yang melengkapi
dan memperjelas Injil-injil Kanonik secara alami, secara spontan, secara hidup
yang demikian seperti halnya The Poem of Valtorta. "
2001: Uskup Roman Danylak memberikan tambahan imprimatur
tertulis pada the Poem.
Wonderful blog I love maria valtorta and have read it 3x! How did you first find out about her?
ReplyDeleteBuku nya ada gak di jkt?
ReplyDeleteBuku nya ada gak di jkt?
ReplyDeletehttp://www.indocell.net/yesaya/pustaka3/id320.htm
Deleteada di web ini