Tuesday, January 22, 2013

10. Kidung Maria memohon Kedatangan Kristus

Bukit Zaitun pada masa kini

10. Kidung Maria memohon Kedatangan Kristus

September 1944

            Baru kemarin malam, Jumat, aku mulai melihat. Aku hanya melihat seorang Maria muda, berusia 12 tahun, wajahnya tidak lagi membulat seperti anak-anak, namun telah menunjukkan garis-garis masa depan seorang wanita dengan wajah berbentuk oval sempurna. Rambutnya tidak lagi terurai sampai ke lehernya dengan ombakan yang lembut namun terkepang dengan dua kepangan yang lebat pada pundak jatuh sampai pinggang. Rambutnya berwarna emas pucat, warna yang begitu muda sehingga tercampur dengan perak. Wajahnya tenang dan dewasa, walaupun wajah itu adalah wajah gadis muda, cantik dan murni, berpakaian putih. Ia sedang menyulam di sebuah kamar yang sangat kecil, hampir seluruhnya berwarna putih dan melalui jendela yang terbuka lebar orang dapat melihat bagian tengah dari Bait Allah itu, undakan-undakan di halaman-halaman dan teras-teras. Jauh dari dinding yang ada, kota dapat terlihat dengan jalan-jalannya, rumah-rumah, taman-taman, dan dilatari dengan puncak hijau berpunuk Bukit Zaitun.

            Maria sedang menyulam dan menyanyi dengan suara perlahan. Aku tidak tahu apakah itu sebuah lagu kudus atau bukan. Bunyinya:

            Seperti sebuah bintang di air yang jernih
            sebuah cahaya bersinar di dalam hatiku.
            Cahaya itu telah bersamaku sejak masa kecilku
            dan ia menuntunku dengan lembut bersama kasih.
            Di kedalaman hatiku ada sebuah lagu.
            Dari manakah asalnya?
            Manusia, engkau tidak tahu.
            Cahaya itu datang dari dimana Yang Kudus bersemayam.
            Aku melihat pada  bintangku yang jernih
            Dan aku tidak menginginkan apapun,
            Tidak juga hal termanis ataupun yang paling disayangi,
            Kecuali cahaya ini yang seluruhnya adalah milikku.
            Engkau membawaku turun dari Surga di atas.
            O bintangku, ke dalam rahim seorang ibu,
            Sekarang hidup di dalamku, namun jauh di balik tirai
            Aku melihat wajah muliaMu, Bapa.
            Kapankah Engkau memberikan hambamu kehormatan
            Sebagai hamba yang rendah hati akan sang Juru Selamat?
            Kirimkanlah kami sang Mesias dari Surga,
            Terimalah, Bapa yang Kudus, persembahan Maria.

            Maria sekarang diam. Ia tersenyum dan menghela nafas, kemudian ia berlutut berdoa. Wajah kecilnya bersinar terang. Ia menengadah ke atas, pada langit biru jernih musim panas dan wajahnya seperti menyerap dan kemudian memancarkan sinar di udara. Atau mungkin, terlihat seperti dari dalam dirinya sebuah matahari tersembunyi memancarkan cahayanya dan menerangi wajahnya, mewarnai dagingnya yang putih salju dengan cahaya mawari. Dan cahaya dari wajahnya terpancar ke dunia dan matahari menyinari dunia: sebuah berkat dan sebuah janji akan banyak kebaikan.
            Ketika Maria berdiri sehabis berdoa, dengan terang ekstase masih di wajahnya, Hanna tua dari Penuel memasuki kamarnya. Ia masih berdiri, kagum atau terheran akan perilaku dan penampilan Maria.
            Kemudian Hanna memanggilnya: “Maria!” Dan gadis itu berbalik dengan sebuah senyum, senyum yang berbeda namun masih tetap sangat cantik dan berkata: “Damai sertamu, Hanna.”
            “Apakah kau sedang berdoa? Tidakkah doa-doamu pernah cukup bagimu?”
            “Doa-doaku akan cukup. Tetapi aku berbicara pada Tuhan. Hanna, kau tidak dapat membayangkan betapa dekat aku merasakan Dia. Lebih dekat dari sekedar dekat, di dalam hatiku. Semoga Tuhan mengampuni kesombonganku. Tetapi aku tidak merasa kesepian.
Lihat? Di sana, di rumah emas dan salju itu, di belakang tirai ganda, di sanalah yang Kudus dari para Kudus. Tidak pernah ada orang yang diijinkan untuk melihat yang sang Pendamai, dimana kemuliaan Tuhan bersemayam, kecuali Imam Agung. Namun jiwaku yang menyembah tidak perlu melihat pada tirai bersulam itu, yang bergetar pada nyanyian-nyanyian para perawan dan kaum Lewi dan beraroma harum-haruman yang mahal, sebagaimana aku ingin menyobek kainnya dan melihat sang Kesaksian bersinar menembusnya. Aku melihatnya! Jangan kira bahwa aku tidak melihatnya dengan mata menyembah seperti setiap putera Israel. Jangan kira bahwa kesombongan membutakanku membuatku berpikir akan apa yang sekarang kukatakan padamu. Aku melihatnya dan di sana tidak ada hamba yang rendah hati di antara umat Tuhan yang melihatnya dengan lebih rendah hati pada Rumah Allah seperti aku melihatnya, sebab aku yakin aku adalah yang paling rendah dari semuanya. Namun apakah yang kulihat? Sebuah selubung. Apa yang kupikir ada di balik selubung itu? Sebuah Tabernakel. Apakah yang ada di dalamnya? Jika aku mendengarkan hatiku, aku melihat Tuhan bersinar di dalam kemuliaan kasihNya dan Ia berkata kepadaku: “Aku mengasihimu” dan aku menjawabNya: “Aku mengasihiMu” dan aku mati dan aku kembali diciptakan pada setiap detak jantungku di dalam ciuman yang bersambut... Aku berada di antaramu, guru-guruku dan teman-temanku terkasih. Namun sebuah lingkaran api mengasingkanku dari kalian. Di dalam lingkaran, Tuhan dan diriku sendiri. Aku melihat melalui Api Tuhan dan begitu aku mengasihimu... tetapi aku tidak dapat mengasihimu seturut daging, tidak juga aku dapat mengasihi siapapun seturut daging. Aku hanya dapat mengasihi Dia Yang mengasihi aku, seturut roh. Inilah takdirku. Hukum sekular Israel menginginkan setiap gadis menjadi seorang istri, dan setiap istri menjadi seorang ibu. Namun, sementara mematuhi Hukum, aku harus mematuhi Suara yang berbisik kepadaku: “Aku menginginkanmu”; aku adalah seorang perawan dan aku akan tetap perawan, bagaimanakah aku akan berhasil? Kehadiran manis yang tidak kelihatan ini yang bersamaku akan menolong aku, sebab itulah keinginanNya. Aku tidak takut, aku tidak lagi mempunyai ayah ataupun ibu... dan hanya Tuhan yang tahu betapa kasihku bagi kemanusiaanku terbakar karena sakit. Kini yang kumiliki hanya Tuhan. Itulah sebabnya aku patuh padaNya tanpa mempertanyakan... Aku akan melakukan demikian juga terlepas dari ayah dan ibuku, karena aku telah diajarkan oleh sang Suara bahwa siapapun yang ingin mengikutiNya harus pergi melampaui ayah dan ibu. Orang tua adalah penjaga yang menjaga hati anak-anak mereka, yang ingin mereka tuntun pada kebahagiaan sesuai dengan rencana-rencana mereka... dan mereka tidak menyadari akan rencana-rencana lain yang menuntun pada kebahagiaan yang tak terbatas... Aku akan meninggalkan baju-baju dan jubah-jubahku pada orangtuaku, guna mengikuti Suara yang berkata kepadaku: “Datanglah, mempelaiKu terkasih”. Aku akan meninggalkan apapun pada orangtuaku, dan mutiara-mutiara air mataku, sebab aku pastilah akan menangis karena tidak mematuhi mereka, dan instink darahku, karena aku akan melawan sampai mati untuk mengikuti Suara yang memanggil aku, akan kukatakan pada mereka bahwa ada sesuatu yang lebih besar dan lebih manis daripada kasih ayah dan ibu dan itu adalah Suara Tuhan. Tetapi sekarang, dengan kehendakNya, aku bebas dari ikatan cinta bakti. Tidak, itu pastilah bukan suatu ikatan. Orangtuaku adalah dua orang baik dan Tuhan pastilah berbicara kepada mereka seperti IA berbicara padaku. Mereka pastilah telah mengikuti keadilan dan kebenaran. Saat aku memikirkan mereka, aku membayangkan mereka pada pengharapan diam di antara para leluhur dan aku bergegas dengan pengorbananku pada kedatangan Mesias untuk membuka gerbang Surga. Aku adalah tuntunanku sendiri di bumi, atau lebih pada Tuhan menuntun hambaNya yang malang ini memberikan padanya perintah-perintahNya dan aku memenuhinya karena itu merupakan suatu sukacita bagiku untuk mematuhiNya. Saat waktunya tiba, aku akan mengungkapkan rahasiaku kepada sang mempelai... dan ia akan menerimanya.”
            “Tapi, Maria... kata-kata apa yang akan kautemukan untuk membujuknya? Engkau akan memiliki cinta seorang pria, Hukum dan kehidupan melawanmu.”
            “Aku akan memiliki Tuhan bersamaku... Tuhan akan menerangi hati sang mempelai... hidup akan kehilangan godaan inderanya dan menjadi sebuah bunga murni dengan keharuman kebaikan hati. Hukum... Hana, janganlah sebut aku sebagai penghujat. Kupikir Hukum akan berubah. Oleh siapakah, menurutmu, jika itu adalah ilahi? Oleh IA satu-satunya Yang dapat mengubahnya. Oleh Tuhan. Waktunya sudah lebih dekat daripada yang kaukira, aku katakan padamu. Sebab aku sedang membaca Daniel, sebuah cahaya besar datang padaku dari kedalaman hatiku dan aku mengerti kata-kata yang sulit. Tujuh puluh minggu akan diperpendek karena doa-doa orang baik. Apakah ini berarti bahwa jumlah tahun-tahun sedang diubah? Tidak. Sebuah nubut tidak pernah salah. Tetapi ukuran waktu nubuatan adalah perjalanan bulan bukan matahari. Jadi aku berkata: “Sudah dekatlah waktu dari sang Bayi yang akan terdengar menangis dilahirkan dari seorang Perawan.” Oh! Sejak Cahaya yang mengasihi aku mengatakan padaku begitu banyak hal, aku ingin Ia mengatakan padaku dimanakah sang ibu yang bahagia itu, yang akan melahirkan Putera Allah dan Mesias umatNya! Dengan kaki telanjang aku akan berjalan ke seluruh dunia, tidak dingin ataupun es, tidak debu ataupun panas, tidak juga binatang buas atau kelaparan akan mencegah aku untuk mencapai dia dan aku akan berkata kepadanya: “Kabulkanlah hambamu dan hamba di antara para hamba Kristus untuk tinggal di bawah atapmu. Aku akan mengangkat bebanmu dan tekananmu, gunakanlah aku sebagai seorang budak yang bekerja mengangkat beban dan menjaga kawanan ternakmu, suruhlah aku untuk mencuci celemek-celemek Anakmu... Aku akan bekerja di dapurmu, di tempat pemanggangan, dimanapun kau ingini... tetapi terimalah aku. Sehingga aku dapat melihat Dia! Dan mendengar SuaraNya! Dan menerima tatapanNya!” Dan jika sang ibu itu tidak menginginkan aku, aku akan tinggal di depan pintunya sebagai seorang pengemis, pada cuaca dingin atau panas, hanya untuk mendengar suara sang kanak-kanak Mesias dan gema tawaNya, dan melihatNya berlalu lalang... Dan mungkin suatu hari Ia akan menawarkan aku sepotong roti... Oh! Walaupun jika aku harus sekarat karena kelaparan dan tak sadarkan diri karena puasa yang berat, aku tidak akan memakan roti itu.Aku akan memegang roti erat-erat di hatiku seperti tas yang penuh dengan mutiara dan aku akan mencium parfum wangi tangan Kristus dan aku tidak akan pernah kelaparan ataupun kedinginan, tetapi sentuhannya akan memberikanku ekstase dan hangat, ektase dan makanan...”
            “Engkau seharusnya menjadi Ibu sang Kristus, karena kau sungguh mengasihiNya! Itukah sebabnya engkau berharap untuk tetap menjadi seorang perawan?”
            “Oh! Tidak. Aku ini menyedihkan dan debu. Aku tidak berani mengangkat mataku pada sang Kemuliaan. Itulah sebabnya, lebih baik daripada Selubung ganda, melampaui yang kuketahui tinggal Hadirat Yahweh tak terlihat, aku senang melihat pada hatiku. Di sana, ada Tuhan akan Sinai yang menakutkan. Di sini, di dalamku, aku melihat Bapa kita, Wajah Pengasih yang tersenyum dan memberkati aku, karena aku kecil seperti seekor burung yang kecil, sehingga angin menahan tanpa merasakan beratnya dan aku lemah seperti batang lili dari lembah itu yang hanya dapat mekar dan harum mewangi dan dapat menghadirkan tiada daya lain kepada angin kecuali harumnya dan kemanisan yang murni. Tuhan, angin Pengasihku! Bukan karena itu.
Tetapi karena Putera Allah dan dari seorang Perawan, yang Kudus dari Yang Maha Kudus, seperti di Surga IA memilih ibuNya dan di bumi berbicara padaNya akan Bapa SurgawiNya: Kemurnian. Jika Hukum menentukan bahwa, jika para rabi yang telah membuat Hukum menjadi rumit dengan keluhan-keluhan pengajaran mereka, mengarahkan pikiran mereka pada horison yang lebih tinggi dan mengarah pada hal-hal supernatural, meninggalkan manusia dan urusan-urusannya yang membuat mereka melupakan Akhir yang Maha Tinggi, mereka seharusnya, di atas segalanya, membuat Kemurnian sebagai pokok subjek dari pengajaran-pengajaran mereka agar Raja Israel menemukannya saat Ia datang. Dengan ranting-ranting zaitun Yang Damai, dengan palma-palma Yang Berjaya, menebarkan lili-lili, lili-lili, lili-lili... Betapa banyaknya Darah Juru Selamat yang harus ditumpahkan untuk menebus kita! Sungguh betapa banyaknya! Dari ribuan luka-luka yang dilihat oleh Yesaya pada sang Manusia Kesedihan, aliran Darah jatuh, bagaikan embun dari celah sebuah vas. Semoga Darah Ilahi ini tidak jatuh dimana terdapat penghinaan dan penghujatan, namun ke dalam cawan-cawan murni yang harum yang akan menerimaNya dan mengumpulkanNya untuk tujuan menyebarkannya di antara para jiwa yang sakit dan menderita lepra dan di antara mereka yang telah mati terhadap Tuhan. Berikan lili-lili untuk menyeka dengan kuntum-kuntum murni mereka keringat dan air mata Kristus! Berikan lili-lili untuk hasrat semangatNya akan kemartiran! Oh! Dimanakah Lili itu berada, yang akan menanggungMu? Dimanakah Lili yang akan menghapus dahagaMu yang menjadi merah dengan DarahMu, akan mati karena rasa sakit melihat Engkau sekarat, dan akan menangis pada TubuhMu yang sudah tanpa darah? Oh! Kristus! Kristus! Keinginanku!...”
Maria kini diam, menangis dan bersusah hati.
Anna juga terdiam sebentar dan kemudian dengan suara jernih dari wanita tua yang merasa tersentuh, ia bertanya: “Adakah lain lagi yang ingin kauajarkan padaku, Maria?”
Maria terperangah. Ia pasti mengira, di dalam kerendahan hatinya, bahwa gurunya sedang menegurnya dan ia berkata: “Oh! Ampunilah aku! Engkau adalah guruku. Aku bukanlah apa-apa. Tetapi suara itu datang dari dalam hatiku. Aku melihatnya, untuk menghindari berbicara. Namun seperti sebuah sungai dengan amukan air menghantam pinggirannya, kita telah menerpa dan membanjiri aku. Mohon janganlah perhatikan kata-kataku dan marah akan pendapatku itu. Kata-kata misteri harus tetap tinggal pada kedalaman hati, dimana Tuhan membantu di dalam kebaikanNya. Aku tahu. Namun ini adalah Hadirat yang Tidak Terlihat begitu manis sehingga memenuhiku dengan sukacita... Hanna, mohon ampuni hamba kecilmu ini!”
            Hanna memeluk Maria sementara airmatanya mengambang pada kerutan wajah tuanya yang gemetar. Kemudian turun pada kerutan-kerutannya, seperti air di tanah bergelombang yang menjadi riak yang bergetar. Namun guru tua itu tidak tertawa, justru sebaliknya ia menangis menunjukkan rasa hormat yang terdalam.
            Maria berada di dalam pelukan Hanna, wajah kecilnya tertambat pada dada sang guru. Dan semuanya kemudian berakhir.
--------------------

            Yesus berkata:
            “Maria mengingat Tuhan. Ia memimpikan Tuhan. Ia mengira ia bermimpi. Ia hanya melihat lagi apa yang telah ia lihat di dalam keindahan Surga Tuhan, padaa saat ia diciptakan untuk disatukan pada tubuh yang dikandung di bumi. Ia berbagi dengan Tuhan salah satu milik Tuhan, walaupun dengan tingkatan yang lebih sedikit, namun pas. Itulah milik untuk mengingat, melihat dan melihat lebih dahulu, yang merupakan atribut kepandaian yang kuasa dan utuh tidak bercacat dengan Kesalahan.
            Manusia diciptakan di dalam citra dan mirip Tuhan. Salah satu kemiripannya adalah kemampuan jiwa untuk mengingat, melihat dan melihat terlebih dahulu. Hal ini menerangkan kuasa untuk membaca masa depan. Kuasa ini terkadang datang langsung karena kehendak Tuhan, terkadang merupakan kumpulan ingatan, yang terbit seperti matahari pagi, menyinari sebuah titik pada horison selama berabad-abad, telah terlebih dahulu dilihat dalam visi akan Tuhan.
            Misteri-misteri itu terlalu dalam untuk secara penuh dimengerti olehmu. Namun pikirkanlah. Dapatkah Kepandaian yang Maha Tinggi, sang Pikiran yang mengetahui segalanya, Pandangan yang melihat segalanya, memberikanmu sesuatu yang berbeda dari Dia, yang telah menciptakanmu dengan perbuatan akan kehendakNya dan nafas akan kasihNya yang tak berkesudahan, dan telah menjadikanmu anak-anakNya baik asalmu dan tujuanmu? Ia memberikan padamu di dalam bagian yang terkecil, sebagai mahkluk yang tidak dapat berisi Pencipta. Tetapi bagian yang sempurna dan utuh, walaupun sangat kecil.
            Betapa harta akan kepandaian Tuhan berikan pada manusia, Adam! Yang Jatuh membuatnya cacat, namun pengorbananKu kembali menyatakannya dan membuka Kepandaian yang indah itu, kemakmurannya, sains-nya bagimu. Betapa agung pikiran manusia dipersatukan Tuhan oleh RahmatNya, berbagi dengan Tuhan kuasa pengetahuan!... Pikiran manusia disatukan dengan Tuhan oleh Rahmat.
            Tidak ada cara lain. Mereka yang ingin mengetahui mencari rahasia-rahasia melampaui manusia harus mengingat itu. Semua pengetahuan yang tidak berasal dari sebuah jiwa di dalam rahmat –dan tidak berada di dalam rahmat yang melawan Hukum Tuhan, yang sangat jelas di dalam perintah-perintahNya – pengetahuan yang demikian berasal dari Setan. Hal itu jarang berhubungan dengan kebenaran saat hal-hal manusia dipertimbangkan, tidak pernah berhubungan dengan kebenaran yang menyangkut hal-hal manusia super. Sang Iblis sesungguhnyalah bapa kepalsuan dan menuntun pada jalan kepalsuan. Tidak ada metode lain untuk mengetahui kebenaran, kecuali dia yang datang dari Tuhan, Yang berbicara dan berkata atau memperingatkan, sebagaimana seorang ayah mengingatkan puteranya akan rumah kebapakannya dan berkata padanya: “Tidakkah engkau ingat saat biasanya engkau melakukan hal ini denganKu, engkau melihatnya, engkau mendengarkan yang lainnya? Tidakkah engkau ingat ketika Aku biasanya memberi cium perpisahan? Ingatkah engkau saat engkau melihat Aku untuk pertama kalinya dan engkau mengagumi cahaya terang yang bersinar di wajahKu pada jiwa murnimu, dimana setelah baru saja diciptakan olehKu masihlah murni dan bebas dari segala kejahatan yang kemudian menodaimu? Ingatkah ketika engkau mengerti saat pertama kalinya, di dalam detak kasih, apakah Kasih itu? Yang merupakan misteri Keberadaan dan Pemrosesan kita?” Dan apakah kemampuan terbatas seorang manusia di dalam rahmat tak dapat menjangkau, Roh sains menjernihkan dan mengajarkan.
            Namun untuk memiliki Roh, Rahmat diperlukan. Untuk memiliki Kebenaran dan Sains, Rahmat disyaratkan. Untuk memiliki Bapa, Rahmat adalah penting. Rahmat adalah sebuah tenda dimana tiga Pribadi tinggal, ialah yang Mendamaikan yang mana Bapa yang Kekal beristirahat dan berbicara, tidak dari dalam sebuah awan, namun menampakkan wajahNya kepada anak-anakNya yang setia. Para kudus dan orang-orang baik mengingat Tuhan. Mereka ingat kata-kata yang mereka dengarkan di dalam Pikiran Pencipta dan yang Kebaikan yang Maha Tinggi pulihkan di dalam hati untuk mengangkat mereka seperti burung elang untuk merenungkan Kebenaran dan Pengetahuan akan Waktu.
            Maria penuh Rahmat. Rahmat yang utuh dan Tritunggal di dalam dia. Rahmat yang utuh dan Tritunggal mempersiapkan dia seperti seorang mempelai untuk pernikahan, seperti Ranjang Pernikahan untuk sang Keturunan, seperti seorang Pribadi Ilahi bagi misi dan keibuannya. Ia menutup lingkaran Nubuatan Perjanjian Lama dan membuka periode “Para Juru Bicara Tuhan” akan Perjanjian Baru.
            Bahtera Sejati akan Sabda Tuhan, melihat pada Hatinya yang Tak Bernoda, ia menemukan kata-kata pengetahuan abadi, yang merupakan jari-jari Tuhan yang telah tertulis di sana, dan ia mengingat, sebagaimana seperti semua para kudus, bahwa ia telah mendengarnya ketika jiwa abadinya diciptakan Allah Bapa, sang Pencipta dari semua yang hidup... Dan jika ia tidak mengingat semuanya tentang misi masa depannya, alasannya adalah Tuhan meninggalkan beberapa celah di dalam setiap kesempurnaan manusia, menurut sebuah Hukum penjagaan Ilahi, untuk kebaikan dan sebagai imbalan bagi para mahkluk.
            Maria, Hawa kedua, harus mencapai bagiannya dari usahanya untuk menjadi Ibu Kristus, dengan niat baik seorang yang setia, bahwa Tuhan membenarkan juga dari KristusNya untuk menjadikanNya Juru Selamat.
            Roh Maria tadinya berada di Surga. Moralnya dan tubuhnya berada di bumi dan haruslah berjalan di bumi dan pada daging untuk mencapai roh dan menggabungkannya pada Roh di dalam sebuah pelukan yang berbuah.”
---------------------

            Sebuah catatanku. Sepanjang hari kemarin kupikir aku akan melihat pemberitaan akan kematian orangtua Maria yang diberikan kepada Maria oleh Zakharia, aku tidak tahu mengapa. Aku juga berpikir, dengan caraku, bahwa Yesus akan mengulas hal itu “kenangan akan Tuhan oleh para kudus”. Pagi ini, ketika visiun mulai, aku berkata kepada diriku sendiri: “Nah di sinilah, mereka akan mengatakan pada Maria bahwa ia telah menjadi yatim-piatu” dan hatiku telah bergetar karena aku pastilah akan mengalami kesedihanku sendiri beberapa hari ini. Namun sungguh-sungguh tidak ada akan apa yang kupikir akan kulihat atau kudengar terjadi. Tidak ada satu katapun terucap secara tak sengaja. Aku sangat gembira akan hal ini karena hal itu memastikan bahwa tidak ada yang terjadi menurut kemauanku, dan bahkan tidak dari sebuah rekomendasiku yang jujur pun yang berhubungan dengan satu situasi. Semuanya berasal dari sumber yang berbeda. Ketakutanku yang terus menerus berhenti... sampai waktu yang berikutnya sebab aku selalu takut tertipu dan menipu.



Bergabunglah untuk mendapat cuplikan tulisan Maria Valtorta di e-mail anda: http://groups.yahoo.com/group/penayesus/
Atau cuplikan tulisan dapat dilihat di: http://www.penayesus.blogspot.com/

No comments:

Post a Comment