Sunday, January 20, 2013

22 April 1943


22 April 1943

Kelihatannya bagiku tak berguna untuk terus menulis tulisan setelah mengatakan segalanya. 1 Tetapi engkau2 memintaku untuk menulis hal-hal yang paling mengesankan bagiku, dan aku patuh.

Saat itu malam Kamis Putih3. Ketika berbicara tentang Yesus, aku tidak terganggu olehNya, tetapi, malahan, aku berkonsentrasi padaNya. Aku akan mengatakan padamu, kemudian, bagaimana aku menghabiskan waktu duapuluh empat jam terakhirku ini. Tadi malam kaulihat aku sangat kelelahan. Aku sungguh kelelahan. Namun saat aku sampai pada ketahanan kemanusiaanku yang terakhir dan membuat orang melihat pada raut wajahku tersebut bahwa aku adalah seorang jiwa malang yang bahkan tak mampu berpikir, disitulah tepatnya kemudian aku mendapatkan – atau kukatakan – “penerangan-penerangan”.

Tadi malam aku telah membaca koran; kemudian kelelahan karena itu juga, aku telah menutup mataku dan tetap begitu – kelelahan. Secara mental, tiba-tiba aku melihat sebuah lahan kering berbatu. Kelihatan seperti puncak bukit kecil, seperti terlihat di kebanyakan bukit-bukit kita. Tak ada tumbuh-tumbuhan di sekitarnya hanya batu-batuan kasar, batuan flint keputihan, seluruhnya dikelilingi sebuah dataran yang sangat besar. Tepat di atasnya ada sebuah tumbuhan dengan bunga-bunga violet – itulah satu-satunya tumbuhan yang hidup di tengah-tengah kegersangan. Dari jauh aku melihat rimbunan daun sangat tebal seolah ingin menahan detak angin yang bertiup di atas. Beberapa kuntum bunga violet, kurang lebih terbuka, berada di pucuk-pucuk  hijaunya. Namun hanya ada satu saja yang benar-benar terbuka – indah, berwarna, terbuka, dan mengembang mengarah ke langit.

Berdirinya sangat tegak seperti terpana oleh sebuah daya, yang menarik perhatianku dan membuatku mulai mencari. Aku melihat sebuah papan, sebuah papan besar tertanam di tanah. Terlihat seperti batang yang baru ditancapkan, hampir tak berbentuk dan kasar. Setengah meter di atas tanah, mungkin kurang sedikit, ada dua kaki terpaku… aku melihat itu saja tadi malam. Dua kaki yang tersiksa. Dan kenyataannya bahwa kaki-kaki itu disiksa dengan kasar ditunjukkan dengan kaki-kaki itu bergerak-gerak dengan ibu jari-ibu jari yang hampir tertekuk menyentuh dasar kaki, gemetaran seperti terkena tetanus.

Darah mengalir ke tumit-tumit, mengalir pula pada papan kasar itu dan terus jatuh ke tanah. Tetes-tetes lain jatuh dari ujung-ujung ibu jari yang bergerak-gerak gemetar membasahi rumpunan violet. Itulah apa yang disandari tegak bunga violet kecil itu! Pada darah itu, yang menyegarkannya di tengah-tengah tanah gersang, darah itu menyegarkan rimbunan tersendiri itu, sehingga dapat menyanggah tegak pada kayu itu. Pemandangan itu mengatakan padaku akan banyak hal… Dan jika engkau datang, aku sedang di dalam proses melihat tanda itu, yang adalah kotbahku untuk hari Rabu di Minggu Suci. Kaki-kaki itu tidaklah hilang. Tidak siap untuk menghilang. Tetap ada jernih di dalam otak, walaupun kebiasaan-kebiasaan kehidupan menyembunyikannya ataupun mencoba untuk menyembunyikannya.

Kemudian, pagi itu, bahkan sebelum kau datang, aku melihat seluruh tubuh. Aku berkata “sekilas” karena penglihatan itu muncul dan menghilang di hadapanku bagai melihat sesuatu dari balik cadar-cadar. Terkadang di suatu saat terlihat lebih jelas… Tetapi Ia kulihat mati. Kini kelihatannya hidup. Dan kupikir hal itu karena belas kasih Yesus yang besar dimana Ia tidak memperlihatkan wajahNya kepadaku hari ini. Yesus sungguh kesakitan, kesedihannya pada semua kejahatan manusia yang tidak lelah-lelahnya berbuat kejahatan – dan malahan kejahatannya semakin menjadi – telah mencapai intensitas yang demikian dalam sehingga kita tak dapat menanggung ekspresi wajah IlahiNya tanpa rasa sekarat karena kesedihan.

Yesus, Tuanku, dengan tak bersuara Engkau berkata kepadaku bahwa lebih lagi daripada sebelumnya bahwa tempatku ada pada kaki-kaki di SalibNya. Aku harus menarik kehidupan hanya dari DarahNya… Dan tugasku hanyalah menjadi harum-haruman di kaki tahktaNya sebagai Penebus. Harum-haruman yang dengan wanginya membungkus kebusukan dosa, kejahatan dan kekejaman yang dihirup oleh bumi. Harum-haruman tidak mengeluarkan wanginya kecuali dengan dibakar dan dihabiskan. Dan aku harus melakukan hal yang sama.

Ia juga berkata kepadaku bahwa bunga itu dapat menarik yang lainnya untuk kagum pada SalibNya, membuat mahkluk lainnya bertekuk lutut di bawah hujan DarahNya. Inilah tugas sang bunga dalam kaitannya bagi sesama dan Tuhannya. Kasih yang memulihkan kepada Yesus dan menarik bagi Yesus akan banyak hati, dengan menyetujui untuk hidup sesuai dengan tujuannya di padang gurun yang gersang, sendiri bersama salib.

Aku dapat berkata bahwa Aku diam dengan bibir-bibirku menempel pada kaki-kaki yang dipaku di salib itu seoleh minum dari pancuran yang sekaligus memberi kesegaran dan semangat. Sebuah sensasi spiritual, sangat jelas seolah nyata…

Kemudian pagi ini, jam sepuluh, aku mendapat sebuah surat dari Roma dari seorang susterku, sebuah surat yang akan kutunjukkan kepadamu dimana di sana disebutkan secara jelas tentang misi pada Kaki-kaki di salib, dan di surat itu tertera sebuah tulisan: “Semoga doaku naik seperti harum-haruman pada pandanganMu.” Aku telah mengambil hal ini sebagai wacana diam akan Yesusku bagi hosti kecilNya yang perlahan dikonsumsi habis lebih karena kasihku dibandingkan karena penyakitku.

Aku mengingat bahwa besok adalah Jumat Agung: hari dari hari-hariku. Aku ingin menambahkan pengorbanan-pengorbanan pada pengorbanan-pengorbanan untuk menjadikannya sebuah hari yang otentik akan penebusan dosa. Tetapi Maria kini hanya dapat berbuat sedikit saja! Terlebih lagi, besok Yesus mungkin akan membantu aku memberikan bagian sakit dari penebusan dosa. Aku tetap di sini, tertambat erat pada Salib. Juga, itulah tempat para Maria. Dengan cara itu bahkan tak satu anggukan kepala dari Penebusku akan terlewatkan olehku…
=========

Catatan Kaki:
1) Cf. Maria Valtorta, Autobiography (Isola del Liri, Italy: Centro Editoriale Valtortiano, 1991), diterjemahkan oleh David G. Murray, p.15.
2) Merujuk kepada Pater Romualdo M. Migliorini, yang disebutkan si penulis di bawah ini dan sangat sering disebutkan di dalam tulisan-tulisannya.
                Dilahirkan di Volegno (Lucca) pada tahun 1884, ia masuk di dalam Ordo Servants of Mary pada tahun 1900 dan ditahbiskan sebagai imam pada tahun 1908. Sampai tahun 1911 ia menjalankan pelayanan imamatnya di Itali. Kemudian ia menjadi Pastor di Kanada dan kemudian memasuki misi-misi di Afrika Selatan, dimana ia menjadi pengawas reguler dan ketua kerasulan. Kembali ke Itali pada tahun 1939, yang tadinya adalah Biara St. Andrew di Viareggio, dimana ia mendevosikan dirinya tanpa lelah pada kerasulan itu, terutama selama dan sesudah perang. Sekitar tahun 1942 ia pergi mengunjungi Maria Valtora yang lemah dan menjadi pengarah spiritualnya dan menjadi saksi dari tulisan-tulisannya, yang dengan semangat mengetiknya, mencoba penyebarannya. Namun di tahun 1946 ia ditarik ke Roma, dimana ia menceritakan perihal Maria Valtorta kepada saudara keagamaannya Pater Corrado M. Berti. Setelah penderitaannya semakin bertambah, ia meninggal di Carsoli (L’Aquila) pada tahun 1952.
3) 22 April 1943

Bergabunglah untuk mendapat cuplikan tulisan Maria Valtorta di e-mail anda:http://groups.yahoo.com/group/penayesus/
Atau cuplikan tulisan dapat dilihat di: http://www.penayesus.blogspot.com/

No comments:

Post a Comment